Saturday 24 July 2010

PROFIL JARINGAN MEKARWANGI


PROFIL JARINGAN MEKARWANGI

Jaringan Paguyuban Peduli Buruh Migran Indonesia “Mekarwangi” lahir pada tanggal 16 Juli 2005 di Kabupaten Kuningan. Mekarwangi merupakan jaringan yang terdiri dari paguyuban-paguyuban. Paguyuban ini sendiri unsur keanggotaannya berasal dari mantan buruh migran dan keluarganya, orang-perongan yang memiliki kepedulian terhadap masalah buruh migran berdasarkan kapasitasnya, serta unsur pemerintah setempat.

Pada awal pendirian, jaringan beranggotakan 6 Paguyuban dan terus berkembang hingga pada penghujung tahun 2007 sudah tercatat 10 Paguyuban yang menjadi anggota yang tersebar di berbagai daerah yaitu Kab. Malang, Kab. Blitar, Kab. Cilacap. Kab. Brebes, Kab. Kuningan dan Kab. Cirebon.

Mekarwangi sebagai organisasi yang independen akan konsisten untuk memperjuangkan kesejahteraan buruh migran dan anggota keluarganya dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Pada prinsipnya perjuangan yang terus digelorakan adalah perjuangan bersama dengan komunitas bukan semata-mata perjuangan oleh organisasi itu sendiri. Perjuangan yang akan dikembangkan adalah perjuangan multi aktor dimana jaringan bersama mitranya secara bersama-sama berperan aktif untuk mencapai tujuan bersama.

Kemandirian organisasi menjadi cita-cita luhur bagi jaringan. Untuk mewujudkan hal itu jaringan secara sinergis melakukan berbagai program kegiatan yang bertumpu pada sumber daya komunitas. Namun demikian jaringan akan tetap membuka diri untuk menjalin kemitraan dengan berbagai pihak yang berkepentingan seperti lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga non-pemerintah baik lokal, nasional, regional maupun internasional. Dengan demikian harapan masyarakat madani yang egaliter dapat terwujud.

o      VISI
Mekarwangi sebagai organisasi independen menegaskan keberpihakan terhadap kepentingan buruh migran dan anggota keluarganya untuk berdaya diri dalam segala aspek kehidupan sebagai bagian masyarakat Indonesia.

o      MISI
Mekarwangi berjuang untuk mengembangkan potensi lokal dan sumber daya masyarakat di basis komunitas melalui kemitraan dengan berbagai pihak pada tingkat lokal, regional, nasional dan internasional secara demokratis.
 
o      ANGGOTA
1.     Paguyuban Peduli Perempuan dan Buruh Migran [P3BM] 
        Desa Ngeni, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
2.     Paguyuban Jinggo Putri [PJP]
        Desa Balearjo, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
3.     Paguyuban Sambung Rasa Buruh Migran [PASEBAN]
        Desa Kanigoro, Kec. Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
4.     Paguyuban Peduli Buruh Migran Indonesia Wlahar [PPBMI Wlahar]
        Desa Wlahar, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
5.     Paguyuban Peduli Buruh Migran Indonesia Adipala [PPBMI Adipala]
        Desa Adipala, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
6.     Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan [Seruni]
        Desa Datar, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
7.     Solidaritas Keluarga Buruh Migran Indonesia [Siaga Bumi]
        Desa Dukuh Salam, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah
8.     Paguyuban Keluarga Buruh Migran Indonesia [PAKUBUMI]
        Desa Kalimekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat
9.     Komunitas Buruh Migran Kuningan [Kemuning]
        Desa Sidamulya, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat
10.    Paguyuban Bumiku
        Desa Babakanmulya, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat

o      MITRA KERJA

 

Organisasi Non-Pemerintah
·         Kerabat Semesta
·         Rifka Annissa
·         Solidaritas Buruh Migran Blitar [SBMB]

Pemerintah
·         Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Kerja Indonesia
·         Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Universitas 
·         Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang


Sektor Swasta
·         Microsoft 

Lembaga Donor Internasional
·         Open Society Institute [OSI]
·         United Nations Development Fund for Women [UNIFEM]
·         Pemerintah Jepang

o      PROGRAM
  • Penyebaran Informasi
  • Pendampingan Kasus
  • Advokasi Kebijakan
  • Radio Komunitas
  • Pemberdayaan Ekonomi
  • Kemitraan

o      ALAMAT

Dusun 02 RT 02 RW 03 Desa Kalimekar
Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon
Jawa Barat 45191, Indonesia

Telepon: 
[0231] 662036

Celluler:
0857.933.77787
E-mail: 
info@mekarwangi.org

Website:
www.mekarwangi.org


Friday 16 July 2010

Buku Keorganisasian


1.      Judul Buku       :   Kepemimpinan Dalam Manajemen
Pengarang       :   Dr. Winardi, SE
Penerbit           :   Rineka Cipta, Jakarta
Tebal                :   260 halaman
ISBN                :   979-518-090-8
Isi                     :   (1)    Pemimpin dan Aneka Macam Aspeknya
(2)    Kepemimpinan (Leadership)
(3)    Manusia di dalam Lingkungan Perusahaan
(4)    Motivasi Manusia
(5)    Manajemen dan Manajer
(6)    Fungsi – fungsi Seorang Manajer
(7)    Pihak Manajer Sebagai Inisiator Perubahan di dalam Organisasi

2.      Judul Buku       :   Pemimpin dan Kepemimpinan
Pengarang       :   Dr. Kartini Kartono
Penerbit           :   Rajawali Pers, Jakarta
Tebal                :   311 halaman
ISBN                :   979-421-153-2
Isi                     :   (1)    Tata Tertib dan Keteraturan Pemimpin Formal dan Informal
(2)    Arti Kerja Bagi Manusia dan Kaitannya dengan Kepemimpinan
(3)    Konsep dan Teori Mengenai Pemimpin dan Kepemimpinan
(4)    Kepemimpinan, Metode dan Tipe Kepemimpinan
(5)    Azas dan Fungsi Kepemimpinan Tugas – Tugas Kepemimpinan
(6)    Dinamika Kelompok Organisasi Formal dan Informal
(7)    Pemimpin dan Komunikasi
(8)    Rekapitulasi Tugas – Tugas Pemimpin
(9)    Manajemen dan Kepemimpnan Determinan dan Kekuatan Yang Berhubungan Dengan Kepemimpinan
(10)  Kepemimpinan Demokratis dan Kepemimpinan Abnormal
(11)  Memilih dan Melatih Pemimpin, Pembinaan Kepemimpinan Pemuda
(12)  Kepemimpinan dan Masalah Konflik
(13)  Pemimpin dan Kepemimpinan Mahasiswa
(14)  Kepemimpinan Militer
(15)  Pemimpin dan Kepemimpinan Indonesia, Karakteristik Kepemimpinan

3.      Judul Buku       :   Perilaku Organisasional
Pengarang       :   Dr. Sopiah, MM., M.Pd
Penerbit           :   Andi, Yogyakarta
Tebal                :   230 halaman
ISBN                :   978-979-29-0303-4
Isi                     :   (1)    Pengantar Perilaku Keorganisasian
(2)    Perilaku Individu Dalam Organisasi
(3)    Kelompok dan Tim Kerja
(4)    Konflik dan Negosiasi
(5)    Perkembangan dan Perubahan Otganisasi
(6)    Stres dan Cara Mengatasinya
(7)    Kekuasaan dan Politik
(8)    Kepemimpinan
(9)    Budaya Organisasi
(10)  Komunikasi dalam Organisasi
(11)  Komitmen Organisasional
(12)  Motivasi da Kepuasan Kerja
(13)  Beberapa Hasil Penelitian dalam Bidang Ilmu Perilaku Organisasi

Monday 28 June 2010

Sang Petualang Hilang Yang Pulang

Merenungi jejak di belakang punggungku
Semua yang kuberi bagaikan menyiram air di samudra
Letih langkahkan kakiku
Buih-buih luka selalu berharaf setitik asa

Beribu tempat pernah kuberteduh
Bertemu senyum suka dan juga cerca
Kadang hati berbunga sekalipun luka
Tetaplah diri selalu mengaduh

Saat kudendam ingin kuterjang
Saat indah ingin kukenang
Lewati seribu halang hingga kupulang
Terlelap tidur di alam mimpi yang tenang

Semesta luas mata memandang
Banyak arah membuatku bimbang
Ke mana lagi akan kuberpetualang
Teriak di sisi samudra bersuara lantang

Seratus terima kasih datang menyapa
Seribu bisu tak terdengar apa-apa
Selaksa sabar mengurung jiwa raga
Kembali ke rumah diri tak berharga

Resah, asa menyatu dibenakku
Entah esok apa lagi yang akan menghampiriku
Berhenti, atau terus melangkah, jadikan hidup tak menentu
Melilit, menjerit tak terdengar hatiku pilu

Wahai air mengalir hingga ke ujung samudra
Duhai hembusan angin entah mau ke mana
Bawalah jiwaku pergi ke ujung semesta
Hingga kutemukan hidup bermakna

Berbagi bahagia dan suka cita
Tak ada lagi hati yang dusta
Sang Surya pagi datang dan menyapa
Selamat datang di kehidupan alam yang nyata

Sang Petualang kini tak lagi mengembara
Harapan senantiasa datang berkembang
Meniti rangkaian alunan adzan berkumandang
Butir-butir Asmaul Husna untaian tutur kata bercucuran air mata

Ya Rojaku, datanglah rizkiku
Ya Waliyyu, jagalah ragaku
Ya Rohman, kasihilah jiwaku
Ya Rohim, sayangilah seluruh hambaMu

Thursday 17 June 2010

TIPS SMART AGAR ORGANISASI KOMUNITAS MAMPU MENYUSUN, MENGAJUKAN PROPOSAL DAN MENDAPATKAN PENDANAAN PELAKSANAAN PROGRAM


Suatu organisasi komunitas dibangun atas dasar suatu keinginan pencapaian tujuan melalui kerja bersama beberapa orang secara struktural, fungsional, dan dinamis. Organisasi komunitas adalah perwujudan dari upaya sebagian orang-orang yang bertujuan ingin melakukan perubahan sosial yang lebih baik bagi komunitasnya.
Keswadayaan beberapa individu organisasi komunitas adalah karakteristik khas dalam implementasi kerja-kerja organisasi di tengah lingkungan komunitasnya. Namun dalam faktanya, persoalan sosial di kehidupan komunitasnya yang sangat kompleks tidak cukup hanya dicapai dengan keswadayaan organisasi komunitas yang apa adanya.
Berbagai metode dan media yang kreatif, inovatif dan produktif perlu dilakukan untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi komunitas. Bilamana organisasi komunitas dan individunya secara teamwork sudah terbiasa dan cukup solid melakukan aktivitas lapangan, suatu kendala biasanya terdapat pada kemampuan finansial untuk dukungan operasional lapangan.
Butuh pendanaan yang memadai untuk aktivitas organisasi komunitas itu tidak bisa dipungkiri, namun sulitnya mendapatkan dana dari komunitas marjinal yang didampinginyapun juga tidak bisa dipungkiri. Oleh karena hal tersebut, maka diperlukan pihak ketiga untuk memecahkan kebuntuan tersebut. Beberapa pihak yang dianggap sebagai sumber dana bisa dihubungi seperti instansi pemerintah, perusahaan setempat yang punya dana CSR (Corporate Social Responsibility) atau tanggungjawab perusahaan terhadap masalah sosial, selain itu ada juga lembaga donor nasional maupun asing yang visi misinya sesuai dengan visi, misi organisasi komunitas serta kebutuhan komunitasnya itu sendiri.
Namun untuk meminta dukungan pendanaan kepada pihak-pihak tersebut di atas tidak semudah yang kita bayangkan bagaikan mengumpulkan uang sumbangan di tengah jalanan untuk membangun masjid misalnya yang kesulitannya hanya karena faktor bahaya jalanan dan teriknya panas matahari.
Sumber dana atau donor (funding) biasanya sejak awal menerapkan kriteria dan prosedur yang harus diikuti, terlebih lagi prasyarat donor tersebut sangat detail mengikat organisasi pemohon dana hingga pada tahap berakhirnya pelaksanaan program. Bilamana proposal organisasi diterima maka penandatanganan kontrak kerjasama lengkap dengan point-poin yang mengikat dan harus diikuti diantaranya hak, kewajiban, tanggungjawab termasuk juga adanya sanksi yang harus ditaati si pemberi dan si penerima dana.
Ribet rasanya, namun seperti itulah kriteria, prosedur dan aturan diciptakan demi efektifitas, transfaransi, dan akuntabiltas bisa tercapai selain pencapaian tujuan pelaksanaan program organisasi yang paling utama. Ingin tertib administrasi memang harus terbiasa dengan keribetan, karena bilamana budaya tertib itu menjadi terbiasa maka keribetan itu justeru akan dirasakan memudahkan atau meringankan.
Banyak lembaga donor (funding) baik nasional maupun internasional yang menawarkan pendanaan program bagi LSM/Ormas. Namun disisi lain banyak pula LSM/Ormas yang tertarik dengan tawaran tersebut dan mengirimkan satu hingga lebih proposal ke lembaga donor. Akibatnya, hal tersebut bagaikan suatu lowongan kerja yang terbatas namun penuh dengan surat lamaran kerja. Oleh karena hal tersebut nilai kompetisi peluang diterimanya proposalpun semakin tinggi.
Disisi lain, banyak sekali Organisasi Berbasis Masyarakat (Ormas) atau dengan sebutan lain adalah Community Based Organization (CBO) mengalami kesulitan mendapatkan peluang pendanaan dari lembaga donor, walaupun banyak pula Ormas yang sangat mengetahui betul persoalan yang terjadi di komunitasnya.
Beberapa faktor yang bisa menjadi hambatan sebagian Organisasi Komunitas diantaranya adalah sebagai berikut :
1.   Faktor Internal
1.1  Belum memiliki badan hukum, misal Akta Notaris;
1.2  Belum berpengalaman dalam mengelola program;
1.3  Belum memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) Internal, sehingga Organisasi komunitas sangat rentan konflik pada dinamika team work dalam pelaksanaan strategi, konten dan pelaporan program;
1.4  Belum memiliki individu-individu yang memiliki kompetensi spesifik yang menjadi modal dasar seperti kemampuan menulis dokumen penting bagi lembaga, pendokumentasian, analisa dan penyajian data, kemampuan merencanakan dan mengelola keuangan, kemampuan berbahasa Inggris, keterbatasan akses informasi dsb.
1.5  Belum banyak mensosialisasikan kegiatan-kegiatan di beberapa media sehingga organisasi komunitas belum dikenal rekam jejak (track record) nya dalam melakukan implementasi lapangan di akar rumput (grass root);
1.6  Belum berupaya melakukan lobby-lobby dengan pemerintah, apalagi dengan lembaga donor;
1.7  Belum memiliki jaringan antar lembaga yang luas, sehingga akses informasi dan rekomendasi dari sesama lembaga masih sangat terbatas.
1.8  Kurangnya komunikasi interaktif melalui forum-forum dengan komunitasnya, sehingga organisasi kurang peka dan kritis terhadap aspirasi komunitasnya.

2.      Faktor Eksternal
2.1  Banyaknya lembaga donor memberikan kriteria dan prosedur yang menyulitkan organisasi komunitas;
2.2  Banyaknya lembaga donor yang belum mengenal jejak rekam (track record) organisasi komunitas.
2.3  Banyaknya lembaga donor yang memberikan persyaratan ”pengalaman mengelola program” bagi organisasi komunitas penerima dana, padahal bisa saja salah satu individunya pernah memiliki pengalaman mengelola program di lembaga lain.

Nah, point – point di atas perlu dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum mengajukan proposal ke sumber dana (donor/funding). Faktor lain yang juga bisa jadi hambatan adalah penilaian kualitas penulisan proposal.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, berikut ini adalah tips penulisan proposal agar bisa masuk dalam proses seleksi proposal di lembaga donor :

1.      Tema harus fokus dan spesifik.
Tema proposal yang luas tidak mampu menunjukkan fokus isu yang akan dikerjakan. Tema pada proposal yang diambil akan jauh lebih baik jika fokus dengan penjelasan yang kontekstual dan mampu menggambarkan posisi tema tersebut dalam kerangka kerja (framework) yang lebih makro.

2.      Indikator keberhasilan harus terukur
Proposal harus mampu menunjukkan bagaimana sukses atau keberhasilan dapat diukur. Oleh karena itu dalam penulisan proposal harus menunjukkan indikator keberhasilan program yang SMART (spesific, measurable, achievable, relevant and time-bond).

3.      Adanya keberlangsungan kegiatan
Kegiatan yang hanya satu kali (one short event) dilakukan, tanpa bisa menjelaskan keterkaitan antar kegiatan, serta ketidakpastian tindak lanjut, cenderung untuk tidak memperlihatkan potensi hasil (outcome) dan dampak yang lebih luas.

4.      Ketepatan dalam Penulisan :

a.      Penulis proposal harus mampu mengukur tulisan seberapa panjang atau pendeknya agar tidak dinilai terlalu panjang ataupun terlalu pendek.
Terlalu panjang lebarnya sebuah proposal tidak selalu dianggap yang terbaik.   Sebaliknya, terlalu pendeknya sebuah proposal akan dinilai kurang memberi penjelasan serta dinilai merupakan proposal yang tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan lembaga donor.  Dan yang paling penting yaitu adalah sebuah proposal harus mampu mengidentifikasi persoalan secara jeli, dan mengemukakan intervensi yang harus dilakukan secara tepat. Proposal yang diajukan juga harus mampu menunjukan relevansi program dengan visi dan misi lembaga donor.

b.      Ketepatan dalam penggunaan bahasa.
Hindari bahasa yang terlalu hiperbola (berlebihan). Gunakanlah bahasa sewajarnya, tunjukkan fakta yang ada dan tidak terlalu dini mengambil kesimpulan.

c.      Informasi harus proporsional (berimbang)
Informasi berlebihan dalam sebuah proposal belum tentu mendapat perhatian lebih. Lebih baik menunjukkan informasi yang proporsional, dan mendeskripsikan kompetensi organisasi yang mengajukan dalam program dimaksud. Proposal yang fokus, dukungan data kuat dan akurat, kejernihan penggunaan bahasa, dapat mengundang perhatian. Bilamana proposal dianggap menarik, lembaga donor jika diperlukan akan meminta informasi tambahan..

d.   Kerealistisan kemampuan organisasi dengan pencapaian sasaran yang dituju dengan ketepatan rentang waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program.
Banyak kegiatan dalam sebuah program menerapkan penjadwalan terlalu pendek adalah merupakan sebuah contoh proposal yang ambisius.  Akan jauh lebih baik bila proposal sebaiknya memberikan gambaran realistis dari segi kemampuan organisasi dalam melakukan sebuah program dengan ketepatan waktu yang dicapai ke suatu target yang ingin dicapai.

Nah, demikian yang bisa saya sampaikan. Semoga bermanfaat bagi para penggiat organisasi pembela komunitas marjinal.

Monday 24 May 2010

PEMIMPIN DEMOKRATIS SEJATI DALAM ORGANISASI MASYARAKAT MARJINAL


Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi sosial karena merasa tidak dapat hidup tanpa orang lain. Adanya kesadaran seperti itu dan didukung adanya dorongan positif baik dorongan individual maupun dorongan sosial yaitu memperjuangkan diri dan komunitasnya yang merupakan bagian dari sebuah kesatuan yang tak terpisahkan untuk melakukan perubahan status komunitasnya menuju peningkatan strata sosialnya.
Kondisi naluri individu yang alamiah seperti itulah yang mendorong terbentuknya organisasi masyarakat di lingkungan komunitas marjinal berdasarkan adanya suatu kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapainya.

Dalam upaya pencapaian tujuan organisasi masyarakat marjinal, diperlukan adanya karakteristik pemimpin demokratis di berbagai lini dari mulai pemimpin terdepan, pemimpin menengah hingga pemimpin tertinggi.

Mengingat bahwa ketiga tipe strata pemimpin tersebut adalah bagian tak terpisahkan dari komunitasnya yang marjinal, maka dengan sendirinya segala seluk beluk permasalahan komunitasnya akan cukup dipahami sehingga mendorongnya untuk segara mencari pemecahan masalahnya (problem solving).

Ketiga tipe strata pemimpin tersebut di atas harus bekerja secara terintegrasi sehingga diperlukan sosok tipe pemimpin demokratis. Namun perlu dipertegas bahwa pemimpin demokratis yang dimaksud adalah pemimpin demokratis sejati/ tulen atau bukan pemimpin demokratis palsu.

Mengapa diperlukan tipe pemimpin demokratis sejati dalam organisasi masyarakat marjinal ?

Pemimpin demokratis sejati adalah sosok pendamping atau pembimbing terbaik bagi komunitasnya. Kesadaran bahwa organisasi atau lembaga bukan merupakan persoalan pribadi atau individual, karena kesadarannya tidak mampu bekerja seorang diri, melainkan bahwa kekuatan organisasi terbangun melalui partisipasi aktif seluruh anggota. Oleh karena itu, dirinya harus mengkoordinasikan pekerjaan maupun tugas dari seluruh anggota organisasi dengan penekanan rasa tanggungjawab dan kerja sama yang baik kepada seluruh anggota organisasi. Untuk dapat membangun kerja sama seluruh anggota organisasi dengan penuh rasa tanggungjawab maka diperlukan adanya kemauan mendengar dan menyerap makna dari nasehat dan sugesti yang baik dari semua pihak. Dengan kemauan seperti itu, dia akan mampu memanfaatkan keunggulan setiap orang secara efektif dan pada waktu yang tepat.

Dengan karakteristik pemimpin demokratis sejati, pola kerjasama yang interaktif antara pimpinan dan anggotanya akan terbangun dengan dinamis dan harmonis,. karena pimpinan memerlukan bantuan, dukungan dan partisipasi dari seluruh anggotanya. Begitupun dengan anggotanya yang memerlukan penghargaan dan dorongan dari pimpinannya. Selain itu pemimpin pada tipe ini juga memerlukan support/dukungan moril dari teman sejawat yang sederajat kedudukannya dengan dirinya.
Secara struktural di lembaganya, pemimpin demokratis sejati dianggap lebih tinggi jabatannya, secara fungsional dia adalah dinamisator yang harmonis, dan di komunitasnya dia adalah pelayan komunitasnya.

Untuk pembahasan mengenai pemimpin demokratis palsu, akan penulis bahas pada kesempatan berikutnya.

Sunday 23 May 2010

Organisasi Masyarakat Marjinal, Non Profit atau Profit ?


Mereview perjalanan suatu organisasi masyarakat marjinal, berawal dari studi kasus masalah sosial di komunitasnya (case study of social problems). Dengan adanya suatu permasalahan sosial, maka terdapat beberapa kebutuhan (needs) komunitas tersebut belum terpenuhi, dengan latar belakang (motif) kondisi yang sedemikian tersebut di atas, mendorong (memotivasi) seseorang atau lebih untuk berupaya memenuhi tujuannya yaitu mempertahankan hidup dan mengembangkan kualitas hidup sehingga terhindar dari keterpinggiran.
Karakteristik manusia sebagai makhluk sosial dimana setiap individu membutuhkan individu lainnya untuk berinteraksi sosial. Di dalam diri individu terdapat dua dorongan (motivation) yang bersifat positif dan negatif yaitu dorongan individual seperti makan, berkelahi, berkuasa, berjuang dan lain-lain serta dorongan sosial seperti berkawan, berkumpul, meniru, memanfaatkan individu lain dan lain sebagainya.
Organisasi masyarakat marjinal idealnya mempunyai tujuan sebagai agen perubahan sosial khususnya komunitasnya sendiri yang marjinal, namun dalam prakteknya termasuk juga didalamnya sebagai agen perubahan diri individu yang ada di dalam organisasi tersebut. Sebuah fakta dilematis jika memiliki tujuan melakukan perubahan masyarakat tetapi diri sendirinya tidak melakukan perubahan.
Dalam upaya pencapaian tujuan organisasi, beberapa alternatif perbuatan (praxis), baik individu maupun organisasi dapat dilakukan seperti kerja bakti, menolong orang sakit, mengubur orang yang meninggal dan sebagainya yang bersifat non profit juga pelaksanaan beberapa model program/proyek yang mengandung nilai profit misalnya program pembuatan jalan desa, saluran air, program pemberdayaan ekonomi, pendidikan dan sebagainya yang sudah tentu telah terencana baik latar belakang pelaksanaan program, kelompok sasaran, tujuan dan hasil yang hendak dicapai, alat ukur (indikator) dan sebagainya yang dananya berasal dari pihak lain. Khusus pada pelaksanaan program yang didanai, organisasi masyarakat marjinal dapat berperan serta aktif dengan membuat proposal program, membentuk manajemen tim yang memiliki kemampuan sesuai kebutuhan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi program tersebut. Idealnya dalam program yang didanai tersebut ada alokasi dana untuk tim manajemen seperti gaji, transportasi, ATK dan sebagainya walaupun sifatnya temporer (sementara), terbatas baik jumlah dana maupun durasi kerjanya.
Namun yang sangat diharapkan dari berbagai pihak, baik dari dalam organisasi masyarakat marjinal tersebut maupun kelompok sasarannya adalah adanya suatu aktifitas yang menguntungkan dan berkesinambungan (kontinuitas) baik secara individual maupun berkelompok seperti koperasi, lembaga pendidikan dan sebagainya.
Dengan paparan di atas, maka organisasi masyarakat adalah suatu lembaga yang bersifat non profit sekaligus profit. Penulis beranggapan bahwa bertambahnya pengalaman berorganisasi yang membentuk suatu pengetahuan / kecakapan / kompetensi yang berdampak pada individu maupun organisasinya adalah juga merupakan suatu keuntungan (profit) yang tidak terbantahkan dan berdampak panjang, terlebih lagi jika mampu memberikan keuntungan ekonomi yang berkesinambungan.
Untuk menciptakan suatu aktifitas usaha menguntungkan yang berkepanjangan, maka kader-kader organisasi masyarakat marjinal harus memiliki jiwa seorang wirausaha yang berkarakter gigih, memiliki skill atau keterampilan untuk menciptakan barang atau jasa yang dapat dijual, kemampuan memanajemen atau mengelola usaha dengan jujur dan bertanggungjawab terhadap beberapa prinsip, khusus dalam bentuk perkumpulan usaha diperlukan beberapa prinsip seperti demokratis, efektifitas, efisiensi, transfaransi, akuntability, berkeadilan (distributif dan konstributif), berkesinambungan, partisipatif komunitas dan sebagainya.

Thursday 20 May 2010

PROFIL GAPOKTAN ARGO TANI


GAPOKTAN ARGO TANI
Merupakan lembaga gabungan kelompok tani Desa Candisari Kec.Bansari,Kab.Temanggung Jawa Tengah.
Dengan anggota 15 Kelompok Tani Yaitu :
1.  Kelompok Tani Sindoro Makmur
     Jumlah anggota        :    26 orang
     Alamat                      :    Dusun Pongangan
2.  Kelompok Tani Karya Mandiri
Jumlah anggota        :    24 orang
Alamat                      :    Dusun Pongangan.
3.  Kelompok Tani Prasojo
Jumlah anggota        :    25 orang
Alamat                      :    Dusun Tarukan.
4.  Kelompok Tani Argolestari
Jumlah anggota        :    23 orang
Alamat                      :    Dusun Candi.
5.  Kelompok Tani Argo sejati
Jumlah anggota        :    18 orang
Alamat                      :    Dusun Bongkol.
6.  Kelompok Tani Karyo Utomo
Jumlah anggota        :    26 orang
Alamat                      :    Dusun Bumen.
7.  Kelompok Tani Argo Tani I (Ger-Han)
Jumlah anggota        :    59 orang
Alamat                      :    Dusun Pongangan.
8.  Kelompok Tani Argo Tani II (Ger-Han)
Jumlah Anggota        :    63 Orang
Alamat Dusun Lengotono.
9.  Kelompok Tani Argo Tani III (Ger-Han)
Jumlah Anggota        :    56 Orang
Alamat                      :    Dusun Pongangan.
10.Kelompok Tani Argo Tani IV ( Ger-Han)
Jumlah anggota        :    58 Orang
Alamat                      :    Dusun Bongkol
11.Mardi Makmur (LMDH)
Jumlah Anggota        :    18 orang
alamat                      :    Dusun Pongangan.
12.Taruna Tani Sindora
Jumlah Anggota        :    14 orang
Alamat                      :    Dusun Tarukan.
13.Taruna Tani Jatayu
Jumlah Anggota        :    12 orang
Alamat Dsn Lengotono.
14.Kelompok Wanita Tani (KWT) Langgeng Jaya
Jmlh anggota            :    25 orang
Alamat                      :    Dusun Pongangan.
15.Kelompok Pembudidaya Ikan Tambak Mulyo
Jumlah anggota        :    11 orang
Alamat                      :    Dusun Tarukan.
Demplot Peternakan merupakan tahap pembelajaran awal untuk menuntun masyarakat akan pentingnya berbudidaya yang merupakan siklus kesatuan antara budidaya Pertanian,Perkebunan,Peternakan dan agribisnis.Baik dari sisi ekonomi maupun aplikasi penerapan teknologi.Selain Nilai ekonomi melalui harga jual juga dapat menghasilkan pupuk kompos dan organik yang cukup ramah terhadap lingkungan.Harapan kami semoga kedepan lebih membawa manfaat yang lebih tinggi.

Tulisan Profil GAPOKTAN ARGO TANI ini, telah diedit tanpa mengurangi atau menambahkan isi informasi sebenarnya. Pengeditan yang dimaksud di atas adalah dengan merapihkan susunan atau tata letak tulisan, dan memperjelas beberapa kata singkatan.

Untuk lebih jelas silahkan kunjungi blog di bawah ini :

Wednesday 19 May 2010

MEMAHAMI MAKNA PENDAMPINGAN, COOMUNITY DEVELOPMENT DAN COMMUNITY ORGANIZING

Oleh: Owin Jamasy

A. Pendampingan: Makna dan Tujuan
Pemerhati pembangunan telah mempopulerkan istilah pendampingan sejak tahun 1980-an. Istilah ini berasal dari kata ’damping’ yang berarti sejajar (tidak ada kata atasan atau bawahan). Pendamping adalah perorangan atau lembaga yang melakukan pendampingan, dimana antara kedua belah pihak (pendamping dan yang didampingi) terjadi kesetaraan, kemiteraan, kerjasama dan kebersamaan tampa ada batas golongan (kelas atau status sosial) yang tajam.
Prinsip dasar dari pendampingan adalah egaliter atau kesederajatan kedudukan. Dengan demikian, watak hubungan antara Pendamping dan komunitas (masyarakat) adalah kemitraan (partnership). Hubungan kedua belah pihak adalah ”duduk sama rendah; berdiri sama tinggi”.
Istilah pendampingan muncul karena pihak Pemerhati Pembangunan melihat ada kecenderungan yang keliru dalam proses pembangunan, hal mana masih ada pihak (oknum tertentu) yang tidak menempatkan rakyat atau pendampingnya sebagai mitra. Kepentingan rakyat selalu dikalahkan oleh kepentingan oknum pendamping. Misalnya ketika melaksanakan suatu proyek pembangunan dam/bendungan, pembangunan pabrik, dan perumahan; masih terjadi perselisihan dan persengkataan sebagai akibat dari proses kepentingan sepihak yang dirasakan kurang adil. Demikian juga misalnya dalam rangka memasyarakatkan program Keluarga Berencana, pemakaian bibit unggul, pupuk, pestisida, dan lain sebagainya. Terkadang masih ada kesan pemaksaan dalam pengertian belum ada kesan berdampingan dan bahumembahu antara penggagas proyek atau program dengan masyarakat.
Atas dasar tersebut, idealisme Pemerhati Pembangunan ke arah pemberdayaan masyarakat, semakin kuat untuk secepatnya mempopulerkan model pendampingan untuk tujuan penghargaan terhadap hak-hak asasi rakyat, mengembangkan kesadaran mereka terutama melalui pengembangan kemampuan rakyat dalam bidang social ekonomi dan lain sebagainya.
Tujuan pendampingan adalah pemberdayaan atau penguatan (empowerment). Pemberdayaan berarti mengembangkan kekuatan atau kemampuan (daya), potensi, sumber daya rakyat agar mampu membela dirinya sendiri. Hal yang paling inti dalam pemberdayaan adalah peningkatan kesadaran (consciousness).Rakyat yang sadar adalah rakyat yang memahami hak-hak dan tanggung jawabnya secara politik, ekonomi, dan budaya, sehingga sanggup membela dirinya dan
menentang ketidakadilan yang terjadi pada dirinya.
Penyadaran rakyat tidak mungkin dilakukan secara sendiri-sendiri atau melalui oraang per orang. Dengan demikian, rakyat atau komunitas yang didampingi harus disatukan terlebih dahulu dalm suatu wadah organisasi. Pada tahap awal, biasanya berupa kelompok-kelompok kecil kemudian berkembang menjadi organisasi yang mempunyai tata aturan, struktur, pengurus, dan anggota. Melalui organisasi yang dibentuk, akan mempermudah mereka untuk memperjuangkan haknya secara maksimal.
Kegiatan pendampingan pada komuniotas manapun bertalian erat dengan praktik pengorganisasian untuk menggalang sumber daya dan potensi rakyat dengan tujuan memperkuat atau memberdayakan sehingga mereka berkembang menjadi masyarakat yang sanggup mempertahankan dan membela harkat dan harga diri-nya demi keadilan dan hak-hak asasi yang fundamental.
Secara makro, pembinaan pada masyarakat bersifat umum tergantung kebutuhan, permasalahan dan potensi yang ada. Arah dan gerakannya syarat dengan pendampingan dan proses pemberdayaan yang terstruktur dan menyeluruh. Wujud konkretnya antara lain: penguatan kelembagaan (dinamika kelompok), penguatan kelembagaan ekonomi, kelembagaan social-kultural, peningkatan kapasitas dan kualitas sumberdaya manusia. Semua program harus terpadu dan merupakan satu kesatuan integral yang saling berpengaruh menuju proses pemandirian. Sosok pendamping professional merupakan kunci sukses pendampingan menuju pemberdayaan dan pemandirian. Pendampingan dimulainya dengan melakukan pengorganisasian masyarakat (Community Organizing) dan pengembangan masyarakat (Community Development) yang terus berjalan berkesinambungan.

B. Community Development dan Community Organizing
Sekalipun sudah kita pahami benang merah istilah pendampingan tersebut, namun dalam praktiknya masih terdapat perbedaan persepsi. Hal ini terjadi karena paradigma yang dibangun oleh kalangan pemerhati pembangunan memang berbedabeda. Hal yang lebih sulit lagi, ketika istilah pendampingan merosot maknanya menjadi sekedar mengerjakan proyek-proyek fisikal. Belum lagi manakala pihak tertentu (Konsultan, Pemerintah dan pihak swasta lainnya) menyontek istilah ini tanpa memahami arti dan prakti pendampingan yang sebenarnya sehingga
menimbulkan kekacauan wacana bagi orang kebanyakan.
Untuk menghindari kerancuan kontaks yang dapat merusak pemahaman, maka lebih tepat untuk menelusuri lebih mendalam asal-usul kerumitan. Dalam perkembangan pendampingan di Indonesia, terdapat 2 model pendampingan yang amat umum yakni CD (Community Development-“pengembangan komunitas”) dan CO (Community Organizing-“pengorganisasian komunitas”). Kesalah-pahaman selama ini oleh karena di dalam Bahasa Indonesia kedua kata itu sama-sama diinterpretasikan sebagai “pendampingan”. Padahal, kedua kata itu secara mendasar mempunyai konteks makna yang berlainan.

B.1. Community Development (CD)
Pengembangan komunitas atau CD adalah pengembangan yang lebih mengutamakan sifat fisikal masyarakat. CD mengutamakan pembangunan dan perbaikan sarana-sarana sosial ekonomi masyarakat. Contohnya, pelatihan mengenai gizi, penyuluhan KB, pembangunan WC, jalan raya, bantuan hibah, bantuan peralatan sekolah, bantuan jaminan hidup dan sebagainya. Peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan penggalian potensi-potensi sosial ekonomi yang ada lebih diutamakan untuk mensukseskan target yang sudah ditetapkan oleh pihak tertentu (LSM, Pemerintah dan pihak lainnya). Partisipasi dan usulan dari bawah pada umumnya kurang didengar, dan hanya sebatas persyaratan administrasi semata. Pihak yang didekati untuk memulai kegiatan CD itu antara lain elit masyarakat, aparat pemerintahan, dan pihak birokratis lainnya. CD biasanya bersifat jangka pendek, fisikal, dan kurang berdampak kepada keberlanjutan dan kesinambungan.

B.2. Community Orginizing (CO)
Pengorganisasian komunitas atau CO adalah pengembangan yang lebih mengutamakan pembangunan kesadaran kritis dan penggalian potensi pengetahuan lokal komunitas. CO mengutamakan pengembangan komunitas berdasarkan dialog atau musyawarah yang demokratis.
Usulan komunitas merupakan sumber utama gagasan yang harus ditindaklanjuti secara kritis, sehingga partisipasi rakyat dalam merencanakan, membuat keputusan dan melaksanakan program merupakan tonggak yang sangat penting. CO bergerak dengan cara menggalang masyarakat ke dalam suatu organisasi yang mampu menjangkau seluruh lapisan komunitas. Suara dan kepentingan rakyat lebih utama daripada kepentingan kaum elit. CO juga memaklumi arti penting pembangunan sarana-sarana fisik yang dapat menunjang kemajuan komunitas, namun titik-tekan pembangunan itu ialah pengembangan kesadaran (consciousness) komunitas sehingga mampu mengelola potensi sumber daya mereka.
Secara umum, metode yang digunakan dalam pengorganisasian komunitas ialah penumbuhan kesadara kritis, partisipasi aktif, pendidikan berkelanjutan, pembentukan dan penguatan organisasi rakyat. Semua proses bertujuan untuk melakukan transformasi sistem sosial yang baik dan berdaya-guna tanpa ada tekanan dan unsur penindasan (represif). Tujuan pokok CO adalah membentuk suatu tatanan masyarakat yang beradab dan berkemanusiaan (civil society) yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis, adil, transparan, berkesejahteraan ekonomis, politik dan budaya.

C. Pengembangan Komunitas Pedesaan
Di atas telah dibahas bahwa CO menekankan pengorganisasian di tingkat komunitas. Oleh karena itu, perlu dijelaskan dulu pengertian ”komunitas”. Menurut Larry Lyon (1987:5), komunitas dirumuskan sebagai”komunitas adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kepentigan bersama, saling berinteraksi satu dengan lainnya”.
Ferdinand Tonnies menjelaskan dalam bukunya Gemeinschaft und Gesellschaft-Community and Society bahwa secara tipikal ”gemeinschaft” mengacu kepada tata hubungan manusia sebagai keluarga besar di pedesaan, sedangkan ”gesellschaft” mengacu kepada tatanan masyarakat yang lebih kapitalistis. Gemeinschaft atau komunitas didasarkan atas ”kehendak alami” seperti nilai sentimen, tradisi, dan ikatan umum sebagai kekuatan yang mengatur. Basis komunitas adalah keluargakeluarga dan tanah (hidup dan bekerja bersama-sama). Gesellschaft atau societas didasarkan atas ”kehendak rasional” yang mencakup rasionalitas, individualisme, ikatan emosi. Basis societas adalah perkotaan, kapitalisme industrial. Societas dicirikan sebagai netralitas afektif, legalisme. Kedua tipe ini merupakan tipe ideal (Larry Lyon,1987:7).
Tentu saja dalam praktiknya tidak mudah merumuskan secara formal pengertian komunitas apalagi dalam konteks pedesaan di Indonesia. Di suatu desa mungkin akan kita temui beberapa komunitas dengan ikatan-ikatan dan hubungan-hubungan social yang saling berlainan. Di sisi lain, proses strukturisasi masyarakat pedesaan terus berlangsung sehingga hampir tidak mungkin menemukan komunitas yang relative homogen, misalnya masyarakat adat. Kapitalisasi pedesaan yang berlangsung beratus-ratus tahun telah menciptakan masyarakat pedesaan yang fragmentatif dan heterogen.
Mencermati tingkat kesulitan itu, maka jenis komunitas dalam kaitan kegiatan pendampingan masyarakat dapat dipersempit menjadi 4 tipe umum. Artinya, secara umum orang akan melihat bahwa ada 4 tipe komunitas yang lazim menjadi wilayah pengorganisasian atau penguatan masyarakat marjinal, yakni:

1. Komunitas Pedesaan (Rural Community);
Ciri terpenting komunitas pedesaan adalah alat produksi agraris (tanah) dan sistem pertanian (ekonomi) yang sudah mengenal hirarki kepemilikan: ada tuan tanah, petani kecil, buruh tani, pengrajin, dan lain-lainnya. Mereka bermukim pada dataran tinggi dan rendah. Tentu saja komunitas dataran rendah akan berbeda dengan komunitas dataran tinggi.

2. Komunitas Perkotaan (Urban Community);
Ciri komunitas perkotaan, terutama komunitas pinggiran, mereka pada umumnya merupakan orang desa yang urban. Ciri pokok mereka ialah untuk bertahan hidup mereka menjual tenaga fisik (buruh): menjadi kuli, buruh pabrik, dan lain-lainnya. Sebagian menjadi pedagang kecil, montir, sopir, preman, pelacur, dan lain-lain.

3. Komunitas Pesisir/Pantai (Coastal Community); dan
Ciri utama komunitas ini adalah sebagian besar tidak memproduksi, tetapi mengandalkan penangkapan sumber daya laut seperti ikan dan lain-lain. Alat produksi (perahu) dan sistem ekonomunya juga berhirarki: ada juragan kapal, tengkulak, pemilik pukat, buruh, nelayan tradisionil, dan sebagainya.

4. Komunitas Masyarakat Adat (Indigenous Community).
Ciri utama komunitas ini adalah kehidupan yang kolektif (bersama-sama). System kepemilikan alat produksi (tanah) dan pengelolaannya diatur oleh hukum adat. Sistem pengambilan keputusan dikelola oleh ketua adat dan masalah secara umum diputuskan secara rembukan (musyawarah).

D. Apa Pendampingan Komunitas Pedesaan itu?
Pendampingan komunitas ialah proses saling hubungan dalam bentuk ikatan pertemanan atau perkawanan antara pendamping (subjek 1) dengan komunitas (subjek 2) melalui dialog-kritis dan pendidikan berkelanjutan dalam rangka menggali dan pengelolaan sumber daya guna memecahkan persoalan kehidupan secara bersama-sama serta mendorong tumbuhnya keberanian komunitas untuk mengungkapkan realitas yang meminggirkan dan melakukan aksi untuk merombaknya.
Pendampingan komunitas pedesaan juga diartikan sebagai proses pembangunan organisasi rakyat desa yang dilakukan secar transformatif, partisipatif, sistematis, dan berkesinambungan melalui pengorganisasian dan peningkatan kemampuan menangani berbagai persoalan dasar yang mereka hadapi untuk mengarah kepada perubahan kondisi hidup yang semakin baik.

E. Siapakah yang dapat Berperan sebagai Pendamping?
Siapa pun sebenarnya dapat berperan sebagai pendamping, apakah orang desa yang berprofesi sebagai petani, nelayan, guru, kiyai, penyiar agama dan sebagainya, ataupun orang yang tinggal di kota seperti mahasiswa ata aktivis LSM. Untuk menjadi pendamping komunitas pedesaan, tidak ada pembedaan jenis kelamin, asal-usul etnis, ras, agama, asalkan mereka memiliki kepedulian yang besar terhadap rakyat; mempunyai komitmen, suka rela, semangat juang yang tinggi dan rela bekerja di tengah-tengah dan brelajar dari masyarakat dalam rangka perubahan sosial. Setidaknya ada 4 hal yang harus dimiliki yakni: 1) Kepedulian terhadap masyarakat (secara umum), 2) kepedulian terhadap misi (untuk memberdayakan dan mensejahterakan bersama), 3) kemampuan melakukanproblem solving, dan 4) memelihara kejujuran, baik jujur pada diri sendiri maupun jujur pada orang lain.

Bacaan lebih lanjut:
1. Agnes Sunartiningsih, Pemberdayaan Masyarakat Desa melalui Institusi Lokal, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1997.
2. Esrom Aritonang – Hegel Terome – Syaiful Bahari, Pendampingan Komunitas Pedesaan, Sekretaris Bina Desa, Jakarta, 2001.
3. Jamasy Owin, Keadilan, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan, Traju-Mizan, Jakarta, 2004.
4. Jamasy Owin, Profil Fasilitator, LIPPI, Sukabumi, 2006.
5. Mashoed. Dr, MSi, Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Papyrus, Surabaya, 2004

Sumber :
http://comdevcentre.wordpress.com/2009/05/16/memahami-makna-pendampingan-coomunity-development-dan-community-organizing/