Monday 24 May 2010

PEMIMPIN DEMOKRATIS SEJATI DALAM ORGANISASI MASYARAKAT MARJINAL


Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi sosial karena merasa tidak dapat hidup tanpa orang lain. Adanya kesadaran seperti itu dan didukung adanya dorongan positif baik dorongan individual maupun dorongan sosial yaitu memperjuangkan diri dan komunitasnya yang merupakan bagian dari sebuah kesatuan yang tak terpisahkan untuk melakukan perubahan status komunitasnya menuju peningkatan strata sosialnya.
Kondisi naluri individu yang alamiah seperti itulah yang mendorong terbentuknya organisasi masyarakat di lingkungan komunitas marjinal berdasarkan adanya suatu kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapainya.

Dalam upaya pencapaian tujuan organisasi masyarakat marjinal, diperlukan adanya karakteristik pemimpin demokratis di berbagai lini dari mulai pemimpin terdepan, pemimpin menengah hingga pemimpin tertinggi.

Mengingat bahwa ketiga tipe strata pemimpin tersebut adalah bagian tak terpisahkan dari komunitasnya yang marjinal, maka dengan sendirinya segala seluk beluk permasalahan komunitasnya akan cukup dipahami sehingga mendorongnya untuk segara mencari pemecahan masalahnya (problem solving).

Ketiga tipe strata pemimpin tersebut di atas harus bekerja secara terintegrasi sehingga diperlukan sosok tipe pemimpin demokratis. Namun perlu dipertegas bahwa pemimpin demokratis yang dimaksud adalah pemimpin demokratis sejati/ tulen atau bukan pemimpin demokratis palsu.

Mengapa diperlukan tipe pemimpin demokratis sejati dalam organisasi masyarakat marjinal ?

Pemimpin demokratis sejati adalah sosok pendamping atau pembimbing terbaik bagi komunitasnya. Kesadaran bahwa organisasi atau lembaga bukan merupakan persoalan pribadi atau individual, karena kesadarannya tidak mampu bekerja seorang diri, melainkan bahwa kekuatan organisasi terbangun melalui partisipasi aktif seluruh anggota. Oleh karena itu, dirinya harus mengkoordinasikan pekerjaan maupun tugas dari seluruh anggota organisasi dengan penekanan rasa tanggungjawab dan kerja sama yang baik kepada seluruh anggota organisasi. Untuk dapat membangun kerja sama seluruh anggota organisasi dengan penuh rasa tanggungjawab maka diperlukan adanya kemauan mendengar dan menyerap makna dari nasehat dan sugesti yang baik dari semua pihak. Dengan kemauan seperti itu, dia akan mampu memanfaatkan keunggulan setiap orang secara efektif dan pada waktu yang tepat.

Dengan karakteristik pemimpin demokratis sejati, pola kerjasama yang interaktif antara pimpinan dan anggotanya akan terbangun dengan dinamis dan harmonis,. karena pimpinan memerlukan bantuan, dukungan dan partisipasi dari seluruh anggotanya. Begitupun dengan anggotanya yang memerlukan penghargaan dan dorongan dari pimpinannya. Selain itu pemimpin pada tipe ini juga memerlukan support/dukungan moril dari teman sejawat yang sederajat kedudukannya dengan dirinya.
Secara struktural di lembaganya, pemimpin demokratis sejati dianggap lebih tinggi jabatannya, secara fungsional dia adalah dinamisator yang harmonis, dan di komunitasnya dia adalah pelayan komunitasnya.

Untuk pembahasan mengenai pemimpin demokratis palsu, akan penulis bahas pada kesempatan berikutnya.

Sunday 23 May 2010

Organisasi Masyarakat Marjinal, Non Profit atau Profit ?


Mereview perjalanan suatu organisasi masyarakat marjinal, berawal dari studi kasus masalah sosial di komunitasnya (case study of social problems). Dengan adanya suatu permasalahan sosial, maka terdapat beberapa kebutuhan (needs) komunitas tersebut belum terpenuhi, dengan latar belakang (motif) kondisi yang sedemikian tersebut di atas, mendorong (memotivasi) seseorang atau lebih untuk berupaya memenuhi tujuannya yaitu mempertahankan hidup dan mengembangkan kualitas hidup sehingga terhindar dari keterpinggiran.
Karakteristik manusia sebagai makhluk sosial dimana setiap individu membutuhkan individu lainnya untuk berinteraksi sosial. Di dalam diri individu terdapat dua dorongan (motivation) yang bersifat positif dan negatif yaitu dorongan individual seperti makan, berkelahi, berkuasa, berjuang dan lain-lain serta dorongan sosial seperti berkawan, berkumpul, meniru, memanfaatkan individu lain dan lain sebagainya.
Organisasi masyarakat marjinal idealnya mempunyai tujuan sebagai agen perubahan sosial khususnya komunitasnya sendiri yang marjinal, namun dalam prakteknya termasuk juga didalamnya sebagai agen perubahan diri individu yang ada di dalam organisasi tersebut. Sebuah fakta dilematis jika memiliki tujuan melakukan perubahan masyarakat tetapi diri sendirinya tidak melakukan perubahan.
Dalam upaya pencapaian tujuan organisasi, beberapa alternatif perbuatan (praxis), baik individu maupun organisasi dapat dilakukan seperti kerja bakti, menolong orang sakit, mengubur orang yang meninggal dan sebagainya yang bersifat non profit juga pelaksanaan beberapa model program/proyek yang mengandung nilai profit misalnya program pembuatan jalan desa, saluran air, program pemberdayaan ekonomi, pendidikan dan sebagainya yang sudah tentu telah terencana baik latar belakang pelaksanaan program, kelompok sasaran, tujuan dan hasil yang hendak dicapai, alat ukur (indikator) dan sebagainya yang dananya berasal dari pihak lain. Khusus pada pelaksanaan program yang didanai, organisasi masyarakat marjinal dapat berperan serta aktif dengan membuat proposal program, membentuk manajemen tim yang memiliki kemampuan sesuai kebutuhan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi program tersebut. Idealnya dalam program yang didanai tersebut ada alokasi dana untuk tim manajemen seperti gaji, transportasi, ATK dan sebagainya walaupun sifatnya temporer (sementara), terbatas baik jumlah dana maupun durasi kerjanya.
Namun yang sangat diharapkan dari berbagai pihak, baik dari dalam organisasi masyarakat marjinal tersebut maupun kelompok sasarannya adalah adanya suatu aktifitas yang menguntungkan dan berkesinambungan (kontinuitas) baik secara individual maupun berkelompok seperti koperasi, lembaga pendidikan dan sebagainya.
Dengan paparan di atas, maka organisasi masyarakat adalah suatu lembaga yang bersifat non profit sekaligus profit. Penulis beranggapan bahwa bertambahnya pengalaman berorganisasi yang membentuk suatu pengetahuan / kecakapan / kompetensi yang berdampak pada individu maupun organisasinya adalah juga merupakan suatu keuntungan (profit) yang tidak terbantahkan dan berdampak panjang, terlebih lagi jika mampu memberikan keuntungan ekonomi yang berkesinambungan.
Untuk menciptakan suatu aktifitas usaha menguntungkan yang berkepanjangan, maka kader-kader organisasi masyarakat marjinal harus memiliki jiwa seorang wirausaha yang berkarakter gigih, memiliki skill atau keterampilan untuk menciptakan barang atau jasa yang dapat dijual, kemampuan memanajemen atau mengelola usaha dengan jujur dan bertanggungjawab terhadap beberapa prinsip, khusus dalam bentuk perkumpulan usaha diperlukan beberapa prinsip seperti demokratis, efektifitas, efisiensi, transfaransi, akuntability, berkeadilan (distributif dan konstributif), berkesinambungan, partisipatif komunitas dan sebagainya.

Thursday 20 May 2010

PROFIL GAPOKTAN ARGO TANI


GAPOKTAN ARGO TANI
Merupakan lembaga gabungan kelompok tani Desa Candisari Kec.Bansari,Kab.Temanggung Jawa Tengah.
Dengan anggota 15 Kelompok Tani Yaitu :
1.  Kelompok Tani Sindoro Makmur
     Jumlah anggota        :    26 orang
     Alamat                      :    Dusun Pongangan
2.  Kelompok Tani Karya Mandiri
Jumlah anggota        :    24 orang
Alamat                      :    Dusun Pongangan.
3.  Kelompok Tani Prasojo
Jumlah anggota        :    25 orang
Alamat                      :    Dusun Tarukan.
4.  Kelompok Tani Argolestari
Jumlah anggota        :    23 orang
Alamat                      :    Dusun Candi.
5.  Kelompok Tani Argo sejati
Jumlah anggota        :    18 orang
Alamat                      :    Dusun Bongkol.
6.  Kelompok Tani Karyo Utomo
Jumlah anggota        :    26 orang
Alamat                      :    Dusun Bumen.
7.  Kelompok Tani Argo Tani I (Ger-Han)
Jumlah anggota        :    59 orang
Alamat                      :    Dusun Pongangan.
8.  Kelompok Tani Argo Tani II (Ger-Han)
Jumlah Anggota        :    63 Orang
Alamat Dusun Lengotono.
9.  Kelompok Tani Argo Tani III (Ger-Han)
Jumlah Anggota        :    56 Orang
Alamat                      :    Dusun Pongangan.
10.Kelompok Tani Argo Tani IV ( Ger-Han)
Jumlah anggota        :    58 Orang
Alamat                      :    Dusun Bongkol
11.Mardi Makmur (LMDH)
Jumlah Anggota        :    18 orang
alamat                      :    Dusun Pongangan.
12.Taruna Tani Sindora
Jumlah Anggota        :    14 orang
Alamat                      :    Dusun Tarukan.
13.Taruna Tani Jatayu
Jumlah Anggota        :    12 orang
Alamat Dsn Lengotono.
14.Kelompok Wanita Tani (KWT) Langgeng Jaya
Jmlh anggota            :    25 orang
Alamat                      :    Dusun Pongangan.
15.Kelompok Pembudidaya Ikan Tambak Mulyo
Jumlah anggota        :    11 orang
Alamat                      :    Dusun Tarukan.
Demplot Peternakan merupakan tahap pembelajaran awal untuk menuntun masyarakat akan pentingnya berbudidaya yang merupakan siklus kesatuan antara budidaya Pertanian,Perkebunan,Peternakan dan agribisnis.Baik dari sisi ekonomi maupun aplikasi penerapan teknologi.Selain Nilai ekonomi melalui harga jual juga dapat menghasilkan pupuk kompos dan organik yang cukup ramah terhadap lingkungan.Harapan kami semoga kedepan lebih membawa manfaat yang lebih tinggi.

Tulisan Profil GAPOKTAN ARGO TANI ini, telah diedit tanpa mengurangi atau menambahkan isi informasi sebenarnya. Pengeditan yang dimaksud di atas adalah dengan merapihkan susunan atau tata letak tulisan, dan memperjelas beberapa kata singkatan.

Untuk lebih jelas silahkan kunjungi blog di bawah ini :

Wednesday 19 May 2010

MEMAHAMI MAKNA PENDAMPINGAN, COOMUNITY DEVELOPMENT DAN COMMUNITY ORGANIZING

Oleh: Owin Jamasy

A. Pendampingan: Makna dan Tujuan
Pemerhati pembangunan telah mempopulerkan istilah pendampingan sejak tahun 1980-an. Istilah ini berasal dari kata ’damping’ yang berarti sejajar (tidak ada kata atasan atau bawahan). Pendamping adalah perorangan atau lembaga yang melakukan pendampingan, dimana antara kedua belah pihak (pendamping dan yang didampingi) terjadi kesetaraan, kemiteraan, kerjasama dan kebersamaan tampa ada batas golongan (kelas atau status sosial) yang tajam.
Prinsip dasar dari pendampingan adalah egaliter atau kesederajatan kedudukan. Dengan demikian, watak hubungan antara Pendamping dan komunitas (masyarakat) adalah kemitraan (partnership). Hubungan kedua belah pihak adalah ”duduk sama rendah; berdiri sama tinggi”.
Istilah pendampingan muncul karena pihak Pemerhati Pembangunan melihat ada kecenderungan yang keliru dalam proses pembangunan, hal mana masih ada pihak (oknum tertentu) yang tidak menempatkan rakyat atau pendampingnya sebagai mitra. Kepentingan rakyat selalu dikalahkan oleh kepentingan oknum pendamping. Misalnya ketika melaksanakan suatu proyek pembangunan dam/bendungan, pembangunan pabrik, dan perumahan; masih terjadi perselisihan dan persengkataan sebagai akibat dari proses kepentingan sepihak yang dirasakan kurang adil. Demikian juga misalnya dalam rangka memasyarakatkan program Keluarga Berencana, pemakaian bibit unggul, pupuk, pestisida, dan lain sebagainya. Terkadang masih ada kesan pemaksaan dalam pengertian belum ada kesan berdampingan dan bahumembahu antara penggagas proyek atau program dengan masyarakat.
Atas dasar tersebut, idealisme Pemerhati Pembangunan ke arah pemberdayaan masyarakat, semakin kuat untuk secepatnya mempopulerkan model pendampingan untuk tujuan penghargaan terhadap hak-hak asasi rakyat, mengembangkan kesadaran mereka terutama melalui pengembangan kemampuan rakyat dalam bidang social ekonomi dan lain sebagainya.
Tujuan pendampingan adalah pemberdayaan atau penguatan (empowerment). Pemberdayaan berarti mengembangkan kekuatan atau kemampuan (daya), potensi, sumber daya rakyat agar mampu membela dirinya sendiri. Hal yang paling inti dalam pemberdayaan adalah peningkatan kesadaran (consciousness).Rakyat yang sadar adalah rakyat yang memahami hak-hak dan tanggung jawabnya secara politik, ekonomi, dan budaya, sehingga sanggup membela dirinya dan
menentang ketidakadilan yang terjadi pada dirinya.
Penyadaran rakyat tidak mungkin dilakukan secara sendiri-sendiri atau melalui oraang per orang. Dengan demikian, rakyat atau komunitas yang didampingi harus disatukan terlebih dahulu dalm suatu wadah organisasi. Pada tahap awal, biasanya berupa kelompok-kelompok kecil kemudian berkembang menjadi organisasi yang mempunyai tata aturan, struktur, pengurus, dan anggota. Melalui organisasi yang dibentuk, akan mempermudah mereka untuk memperjuangkan haknya secara maksimal.
Kegiatan pendampingan pada komuniotas manapun bertalian erat dengan praktik pengorganisasian untuk menggalang sumber daya dan potensi rakyat dengan tujuan memperkuat atau memberdayakan sehingga mereka berkembang menjadi masyarakat yang sanggup mempertahankan dan membela harkat dan harga diri-nya demi keadilan dan hak-hak asasi yang fundamental.
Secara makro, pembinaan pada masyarakat bersifat umum tergantung kebutuhan, permasalahan dan potensi yang ada. Arah dan gerakannya syarat dengan pendampingan dan proses pemberdayaan yang terstruktur dan menyeluruh. Wujud konkretnya antara lain: penguatan kelembagaan (dinamika kelompok), penguatan kelembagaan ekonomi, kelembagaan social-kultural, peningkatan kapasitas dan kualitas sumberdaya manusia. Semua program harus terpadu dan merupakan satu kesatuan integral yang saling berpengaruh menuju proses pemandirian. Sosok pendamping professional merupakan kunci sukses pendampingan menuju pemberdayaan dan pemandirian. Pendampingan dimulainya dengan melakukan pengorganisasian masyarakat (Community Organizing) dan pengembangan masyarakat (Community Development) yang terus berjalan berkesinambungan.

B. Community Development dan Community Organizing
Sekalipun sudah kita pahami benang merah istilah pendampingan tersebut, namun dalam praktiknya masih terdapat perbedaan persepsi. Hal ini terjadi karena paradigma yang dibangun oleh kalangan pemerhati pembangunan memang berbedabeda. Hal yang lebih sulit lagi, ketika istilah pendampingan merosot maknanya menjadi sekedar mengerjakan proyek-proyek fisikal. Belum lagi manakala pihak tertentu (Konsultan, Pemerintah dan pihak swasta lainnya) menyontek istilah ini tanpa memahami arti dan prakti pendampingan yang sebenarnya sehingga
menimbulkan kekacauan wacana bagi orang kebanyakan.
Untuk menghindari kerancuan kontaks yang dapat merusak pemahaman, maka lebih tepat untuk menelusuri lebih mendalam asal-usul kerumitan. Dalam perkembangan pendampingan di Indonesia, terdapat 2 model pendampingan yang amat umum yakni CD (Community Development-“pengembangan komunitas”) dan CO (Community Organizing-“pengorganisasian komunitas”). Kesalah-pahaman selama ini oleh karena di dalam Bahasa Indonesia kedua kata itu sama-sama diinterpretasikan sebagai “pendampingan”. Padahal, kedua kata itu secara mendasar mempunyai konteks makna yang berlainan.

B.1. Community Development (CD)
Pengembangan komunitas atau CD adalah pengembangan yang lebih mengutamakan sifat fisikal masyarakat. CD mengutamakan pembangunan dan perbaikan sarana-sarana sosial ekonomi masyarakat. Contohnya, pelatihan mengenai gizi, penyuluhan KB, pembangunan WC, jalan raya, bantuan hibah, bantuan peralatan sekolah, bantuan jaminan hidup dan sebagainya. Peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan penggalian potensi-potensi sosial ekonomi yang ada lebih diutamakan untuk mensukseskan target yang sudah ditetapkan oleh pihak tertentu (LSM, Pemerintah dan pihak lainnya). Partisipasi dan usulan dari bawah pada umumnya kurang didengar, dan hanya sebatas persyaratan administrasi semata. Pihak yang didekati untuk memulai kegiatan CD itu antara lain elit masyarakat, aparat pemerintahan, dan pihak birokratis lainnya. CD biasanya bersifat jangka pendek, fisikal, dan kurang berdampak kepada keberlanjutan dan kesinambungan.

B.2. Community Orginizing (CO)
Pengorganisasian komunitas atau CO adalah pengembangan yang lebih mengutamakan pembangunan kesadaran kritis dan penggalian potensi pengetahuan lokal komunitas. CO mengutamakan pengembangan komunitas berdasarkan dialog atau musyawarah yang demokratis.
Usulan komunitas merupakan sumber utama gagasan yang harus ditindaklanjuti secara kritis, sehingga partisipasi rakyat dalam merencanakan, membuat keputusan dan melaksanakan program merupakan tonggak yang sangat penting. CO bergerak dengan cara menggalang masyarakat ke dalam suatu organisasi yang mampu menjangkau seluruh lapisan komunitas. Suara dan kepentingan rakyat lebih utama daripada kepentingan kaum elit. CO juga memaklumi arti penting pembangunan sarana-sarana fisik yang dapat menunjang kemajuan komunitas, namun titik-tekan pembangunan itu ialah pengembangan kesadaran (consciousness) komunitas sehingga mampu mengelola potensi sumber daya mereka.
Secara umum, metode yang digunakan dalam pengorganisasian komunitas ialah penumbuhan kesadara kritis, partisipasi aktif, pendidikan berkelanjutan, pembentukan dan penguatan organisasi rakyat. Semua proses bertujuan untuk melakukan transformasi sistem sosial yang baik dan berdaya-guna tanpa ada tekanan dan unsur penindasan (represif). Tujuan pokok CO adalah membentuk suatu tatanan masyarakat yang beradab dan berkemanusiaan (civil society) yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis, adil, transparan, berkesejahteraan ekonomis, politik dan budaya.

C. Pengembangan Komunitas Pedesaan
Di atas telah dibahas bahwa CO menekankan pengorganisasian di tingkat komunitas. Oleh karena itu, perlu dijelaskan dulu pengertian ”komunitas”. Menurut Larry Lyon (1987:5), komunitas dirumuskan sebagai”komunitas adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kepentigan bersama, saling berinteraksi satu dengan lainnya”.
Ferdinand Tonnies menjelaskan dalam bukunya Gemeinschaft und Gesellschaft-Community and Society bahwa secara tipikal ”gemeinschaft” mengacu kepada tata hubungan manusia sebagai keluarga besar di pedesaan, sedangkan ”gesellschaft” mengacu kepada tatanan masyarakat yang lebih kapitalistis. Gemeinschaft atau komunitas didasarkan atas ”kehendak alami” seperti nilai sentimen, tradisi, dan ikatan umum sebagai kekuatan yang mengatur. Basis komunitas adalah keluargakeluarga dan tanah (hidup dan bekerja bersama-sama). Gesellschaft atau societas didasarkan atas ”kehendak rasional” yang mencakup rasionalitas, individualisme, ikatan emosi. Basis societas adalah perkotaan, kapitalisme industrial. Societas dicirikan sebagai netralitas afektif, legalisme. Kedua tipe ini merupakan tipe ideal (Larry Lyon,1987:7).
Tentu saja dalam praktiknya tidak mudah merumuskan secara formal pengertian komunitas apalagi dalam konteks pedesaan di Indonesia. Di suatu desa mungkin akan kita temui beberapa komunitas dengan ikatan-ikatan dan hubungan-hubungan social yang saling berlainan. Di sisi lain, proses strukturisasi masyarakat pedesaan terus berlangsung sehingga hampir tidak mungkin menemukan komunitas yang relative homogen, misalnya masyarakat adat. Kapitalisasi pedesaan yang berlangsung beratus-ratus tahun telah menciptakan masyarakat pedesaan yang fragmentatif dan heterogen.
Mencermati tingkat kesulitan itu, maka jenis komunitas dalam kaitan kegiatan pendampingan masyarakat dapat dipersempit menjadi 4 tipe umum. Artinya, secara umum orang akan melihat bahwa ada 4 tipe komunitas yang lazim menjadi wilayah pengorganisasian atau penguatan masyarakat marjinal, yakni:

1. Komunitas Pedesaan (Rural Community);
Ciri terpenting komunitas pedesaan adalah alat produksi agraris (tanah) dan sistem pertanian (ekonomi) yang sudah mengenal hirarki kepemilikan: ada tuan tanah, petani kecil, buruh tani, pengrajin, dan lain-lainnya. Mereka bermukim pada dataran tinggi dan rendah. Tentu saja komunitas dataran rendah akan berbeda dengan komunitas dataran tinggi.

2. Komunitas Perkotaan (Urban Community);
Ciri komunitas perkotaan, terutama komunitas pinggiran, mereka pada umumnya merupakan orang desa yang urban. Ciri pokok mereka ialah untuk bertahan hidup mereka menjual tenaga fisik (buruh): menjadi kuli, buruh pabrik, dan lain-lainnya. Sebagian menjadi pedagang kecil, montir, sopir, preman, pelacur, dan lain-lain.

3. Komunitas Pesisir/Pantai (Coastal Community); dan
Ciri utama komunitas ini adalah sebagian besar tidak memproduksi, tetapi mengandalkan penangkapan sumber daya laut seperti ikan dan lain-lain. Alat produksi (perahu) dan sistem ekonomunya juga berhirarki: ada juragan kapal, tengkulak, pemilik pukat, buruh, nelayan tradisionil, dan sebagainya.

4. Komunitas Masyarakat Adat (Indigenous Community).
Ciri utama komunitas ini adalah kehidupan yang kolektif (bersama-sama). System kepemilikan alat produksi (tanah) dan pengelolaannya diatur oleh hukum adat. Sistem pengambilan keputusan dikelola oleh ketua adat dan masalah secara umum diputuskan secara rembukan (musyawarah).

D. Apa Pendampingan Komunitas Pedesaan itu?
Pendampingan komunitas ialah proses saling hubungan dalam bentuk ikatan pertemanan atau perkawanan antara pendamping (subjek 1) dengan komunitas (subjek 2) melalui dialog-kritis dan pendidikan berkelanjutan dalam rangka menggali dan pengelolaan sumber daya guna memecahkan persoalan kehidupan secara bersama-sama serta mendorong tumbuhnya keberanian komunitas untuk mengungkapkan realitas yang meminggirkan dan melakukan aksi untuk merombaknya.
Pendampingan komunitas pedesaan juga diartikan sebagai proses pembangunan organisasi rakyat desa yang dilakukan secar transformatif, partisipatif, sistematis, dan berkesinambungan melalui pengorganisasian dan peningkatan kemampuan menangani berbagai persoalan dasar yang mereka hadapi untuk mengarah kepada perubahan kondisi hidup yang semakin baik.

E. Siapakah yang dapat Berperan sebagai Pendamping?
Siapa pun sebenarnya dapat berperan sebagai pendamping, apakah orang desa yang berprofesi sebagai petani, nelayan, guru, kiyai, penyiar agama dan sebagainya, ataupun orang yang tinggal di kota seperti mahasiswa ata aktivis LSM. Untuk menjadi pendamping komunitas pedesaan, tidak ada pembedaan jenis kelamin, asal-usul etnis, ras, agama, asalkan mereka memiliki kepedulian yang besar terhadap rakyat; mempunyai komitmen, suka rela, semangat juang yang tinggi dan rela bekerja di tengah-tengah dan brelajar dari masyarakat dalam rangka perubahan sosial. Setidaknya ada 4 hal yang harus dimiliki yakni: 1) Kepedulian terhadap masyarakat (secara umum), 2) kepedulian terhadap misi (untuk memberdayakan dan mensejahterakan bersama), 3) kemampuan melakukanproblem solving, dan 4) memelihara kejujuran, baik jujur pada diri sendiri maupun jujur pada orang lain.

Bacaan lebih lanjut:
1. Agnes Sunartiningsih, Pemberdayaan Masyarakat Desa melalui Institusi Lokal, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1997.
2. Esrom Aritonang – Hegel Terome – Syaiful Bahari, Pendampingan Komunitas Pedesaan, Sekretaris Bina Desa, Jakarta, 2001.
3. Jamasy Owin, Keadilan, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan, Traju-Mizan, Jakarta, 2004.
4. Jamasy Owin, Profil Fasilitator, LIPPI, Sukabumi, 2006.
5. Mashoed. Dr, MSi, Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Papyrus, Surabaya, 2004

Sumber :
http://comdevcentre.wordpress.com/2009/05/16/memahami-makna-pendampingan-coomunity-development-dan-community-organizing/

Tuesday 18 May 2010

Manakah Yang Harus Diberikan Untuk Pengentasan Masyarakat Miskin dan Mengurangi Tingkat Pengangguran. Dukungan Ekonomi Atau Pendidikan ? (Sebuah Kajian Terhadap Diskusi Di Pos Ronda Desa Kalimekar Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon, 16 Mei 2010, Jam 22.00 – 01.00 Wib Antara Cardi Syukani, Arieya Sutrisno, dan Yus Machrus)


Seringkali Judul Artikel di atas dianggap mirip bagaikan pertanyaan lelucon “Lebih Dulu Mana ayam dengan Telor?

Sebagian besar masyarakat awan mengidentikkan bantuan “Ekonomi” itu sekedar pemberian berupa uang seperti BLT dan program bantuan ekonomi lainnya, sedangkan “Pendidikan” identik dengan belajar di dalam sekolah kemudian lulus mendapatkan ijazah.
Perbedaan pemahaman mengenai mana yang harus dipilih dari 2 (dua) kata yaitu “Ekonomi/Uang” atau “Pendidikan/Sekolah” sering pula membentuk pro kontra pada 2 (dua) kelompok yang berpegang teguh pada pemahaman dan keyakinan masing-masing.

Kelompok Pro “Ekonomi/Uang” memiliki argumen bahwa :
Semua orang faham bahwa orang miskin dan menganggur itu butuh makan sehari-hari untuk bertahan hidup, dan untuk beli makan dibutuhkan uang. Oleh karena itu, sebagian besar orang miskin dan menganggur merasa sangat bahagia dan bersorak jika mendengar akan mendapatkan bantuan uang seperti BLT. Sedangkan “Pendidikan/Sekolah” terbukti tidaklah menjadi solusi karena banyak Sarjana yang menganggur dan akhirnya jatuh miskin tidak seperti orang tuanya yang dulu mampu mengkuliahkan anaknya hingga menjadi Sarjana di Perguruan Tinggi. Bahkan karena telah habis membiayai kuliah anaknya di Perguruan Tinggipun ikut pula orang tuanya jatuh miskin. Kelompok ini berpandangan bahwa ijazah tidak mampu menolong pemilik ijazah tersebut,apalagi kondisi negara saat ini masih belum mampu memberikan kesempatan kerja yang mencukupi.

Kelompok Pro “Pendidikan/Sekolah” memiliki argumen bahwa :
Jikalau orang miskin dan pengangguran berada di tengah hutan belantara yang berisi banyak jenis hewan ganas dan tidak ada seorangpun manusia di dalamnya, bekal uang 1 (Satu) milyardpun belum tentu akan bisa membuatnya bertahan hidup, bahkan bisa jadi uang tersebut tidak akan mampu menolong ketika orang tersebut sudah berada di depan harimau yang sudah membuka lebar-lebar mulut dan menunjukkan cakar maupun taringnya untuk siap menerkam dan menelan orang tersebut bulat-bulat. Tapi bagi seseorang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang mencukupi maka kondisi sesulit apapun akan bisa menolong dirinya.
Oleh karena itulah, kelompok ini berpandangan bahwa memiliki ilmu pengetahuan yang mencukupi dirasakan sangat penting. Namun kelompok inipun mengakui kesulitan memanfaatkan ijazahnya untuk melamar kerja karena sulitnya mendapatkan pekerjaan. Dan jika ingin membuka sebuah usahapun diperlukan uang sebagai modalnya, walaupun jika ada modal masih kebingungan untuk mengawali terlebih lagi mengembangkan modal di kegiatan usahanya.

Jika perdebatan ini berlarut-larut, maka sudah dapat diprediksi kedua kelompok inipun sama-sama akan menjadi miskin dan menganggur.
Ternyata perdebatan ini tidak hanya terjadi di Pos Ronda Desa Kalimekar Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon saja, tetapi sudah terjadi pula di kalangan ahli ekonomi seperti yang diceritakan Muhamad Yunus dalam buku Bank Kaum Miskin seorang peraih Hadian NOBEL PERDAMAIAN asal Bangladesh yang penulis peroleh sebagai hadiah dari Ibu Riana Puspasari Jakarta.

Dalam pengantar dari redaksi buku Bank Kaum Miskin Muhammad Yunus yang diterjemahkan oleh sahabat saya Almarhum Irfan Nasution pada hal. vii dijelaskan bahwa “…. sudut pandang ahli-ahli pembangunan dari Barat, mungkin kita berpendapat bahwa orang menjadi miskin karena tidak terampil, tapi Yunus mendapati bahwa orang miskin tidak butuh pelatihan keterampilan. Mereka butuh dana mendesak dan fleksibel”. (Yunus, Muhammad, 2007 : vii)

Dalam hal ini penulis tidak sependapat dengan M. Yunus pada persoalan bahwa orang miskin tidak butuh pelatihan keterampilan, karena orang miskin selain butuh uang mendesak dan fleksibel juga membutuhkan keterampilan berwirausaha.

Masih dalam buku yang sama pada hal. vi dijelaskan bahwa :

“… Yunus mendebat seorang manajer bank yang bersikeras bahwa bank tidak mungkin memberikan pinjaman tanpa jaminan pada kaum miskin karena resiko tidak kembalinya sangat besar.Yunus membantah : “Mereka sangat punya alasan untuk membayar anda kembali, yakni untuk mendapatkan pinjaman lagi dan melanjutkan hidup esok harinya !” Kepercayaan pada kaum miskin inilah sebenarnya inti filosofi Grameen Bank”. (Yunus, Muhammad, 2007 : vi)

Penulis berpendapat bahwa seharusnya kaum miskin diarahkan untuk tidak konsumtif bahkan mampu mengembangkan uang pinjamannya melalui usaha produktif sehingga kaum miskin bukan hanya mampu mengembalikan pinjaman, tetapi juga mampu mengembangkan usaha produktifnya sehingga lambat laun kaum miskin akan mampu melepas belenggu jeratan hutang dari lembaga keuangan manapun.

Kalau sudah demikian, apa sih yang dibutuhkan untuk pengentasan kemiskinan dan juga pengangguran ? Berdasarkan paparan di atas, maka penulis memberikan kesimpulan bahwa :
“Perlu adanya perubahan pola pikir dan perilaku bagi kaum miskin dan pengangguran agar memiliki jiwa wirausaha sehingga terbentuk menjadi manusia Indonesia yang mampu berpikir dan berperilaku kreatif, inovatif dan produktif melalui kegiatan wirausaha dengan dukungan permodalan yang cukup.
Dengan demikian sekaligus penulis mengatakan secara simple bahwa kaum miskin dan pengangguran perlu diberi pendidikan kewirausahaan melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) serta dukungan modal yang tanpa agunan, tanpa cicilan per bulan tetapi bergulir berdasarkan Pay Back Period (PBP) atau pengembalian modal, tentunya melalui kegiatan yang terencana, terdampingi dan kerjasama dengan Pemerintah dan Perusahaan sangatlah diperlukan”.

Jadi dengan demikian, kedua kelompok tersebut tidaklah harus melanjutkan perdebatan tadi, tetapi segeralah pulang dari Pos Ronda Desa Kalimekar dan bergegaslah untuk segera mengambil langkah agar menjadi wirausahawan baru yang tangguh !!!

Wednesday 12 May 2010

KEMITRAAN (PARTNERSHIP) BLOG ORGANISASI KOMUNITAS MARJINAL

Informasi Lowongan Kerja di Dalam Negeri dan Konsultasi Pembuatan Curriculul Vitae (CV)
Kunjungi Blog :
http://komunikarir4.blogspot.com/

Jasa Photo dan Konsultasi Teknis Photografi :
Hubungi :
Cak Sur
email : caksur.suryadi@gmail.com

Jasa Kursus Internet dan Desain Blog secara ONLINE
Hubungi :
Kang Candra Buana
email : buana.candra@gmail.com

Informasi tentang Universitas Tujuh Belas Agustus (UNTAG) Cirebon dan Konsultasi Kelistrikan
Hubungi :
Kang Agus Siswanto, MT :
email : asiswanto.untagcrb@gmail.com

Konsultasi dan Pendampingan Buruh Migran / TKI Bermasalah di Kabupaten Blitar Jawa Timur dan Sekitarnya :
PAGUYUBAN PEDULI PEREMPUAN DAN BURUH MIGRAN (P3BM) - BLITAR
Kontak Person :
Mas Wawan Hartawan
email : anggi_blt@yahoo.com

Konsultasi Pendidikan Dasar, Teknis Menulis dan Teknis Pendampingan Buruh Migran / TKI Bermasalah
JARINGAN PAGUYUBAN PEDULI BURUH MIGRAN “MEKARWANGI”
Hubungi Kontak Person :
Arieya Sutrisno
(Koordinator Jaringan Paguyuban Peduli Buruh Migran “Mekarwangi” )
email : arievickers@gmail.com
Kunjungi Blog Mekarwangi :
http://jaringanmekarwangi.blogspot.com

Konsultasi Teknis Pendampingan Buruh Migran / TKI Bermasalah
JARINGAN PAGUYUBAN JAGAT JABAR :
Hubungi :
Mas Rustandhi (Koordinator Jaringan Gerakan Anti Trafiking Jawa Barat)
email : andijagat@gmail.com

Konsultasi dan Pendampingan Buruh Migran / TKI Bermasalah di Kabupaten Cirebon dan sekitarnya
SIAGABUMI CIREBON
Hubungi Kontak Person :
Mas Munawir dan Ubaidillah
email : siagabumi@yahoo.com

Konsultasi dan Pendampingan Buruh Migran / TKI Bermasalah di Kabupaten Indramayu dan sekitarnya
JALICIPANAS INDRAMAYU
Hubungi Kontak Person :
Mas Hero
email : hero_bumi@yahoo.co.id

Peran Serta Masyarakat Dalam Implementasi Pruduk Hukum (Kajian Terhadap Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan)

Penulis : Yus Machrus

Bagian Pertama

Masyarakat dapat mendirikan suatu lembaga yang berbadan hukum yaitu Yayasan.
Pengertian Yayasan yaitu suatu lembaga berbadan hukum yang didirikan oleh satu orang atau lebih yang mau menyumbangkan atau memisahkan sebagian harta kekayaannya sebagai harta kekayaan awal Yayasan, sehingga mereka kemudian disebut sebagai Pendiri. Melalui musyawarah dan mufakat serta berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh UU. No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, dipilih sehingga terbentuk organ yang tidak boleh merangkap satu sama lain yaitu terdiri dari Pembina, Pengurus, dan Pengawas namun tidak seorangpun menjadi anggota. Hasil musyawarah dan mufakat tersebut dituangkan dalam berita acara pendirian, penentuan Anggaran Dasar, dan pembuatan Akta Pendirian Yayasan hingga memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia. Organ Yayasan bekerja untuk mengelola kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Dalam upaya pencapaian maksud dan tujuannya, Yayasan dapat mendirikan suatu badan usaha yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. *)

Cirebon, 12 Mei 2010, jam 04.22 WIB.

*) Penyusunan redaksional tulisan ini berdasarkan kajian terhadap UU. No. 16 Tahun 2010 tentang Yayasan, Penulis tidak mengutip pendapat dari penulis lain manapun. Untuk lebih lengkapnya, akan penulis bahas pada bagian berikutnya.

Tuesday 11 May 2010

Peran Serta Masyarakat Dalam Implementasi Produk Hukum (Kajian Terhadap Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial)


Masyarakat dapat berperan serta aktif dalam tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial baik secara perseorangan sebagai Tenaga Kesejahteraan Sosial, Pekerja Sosial Profesional serta perseorangan ataupun kelompok masyarakat sebagai Relawan Sosial baik yang bekerja di lembaga pemerintah maupun swasta dengan imbalan tertentu kecuali Relawan Sosial.
Hal tersebut dijelaskan pada Pasal 1 angka 3, 4 dan 5 yang menyebutkan bahwa :

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
3.    Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial.
4.    Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial.
5.    Relawan Sosial adalah seseorang dan/atau kelompok masyarakat, baik yang berlatar belakang pekerjaan sosial maupun bukan berlatar belakang pekerjaan sosial, tetapi melaksanakan kegiatan penyelenggaraan di bidang sosial bukan di instansi sosial pemerintah atas kehendak sendiri dengan atau tanpa imbalan.

Adapun tujuan seseorang dan/atau kelompok masyarakat yang memiliki spesfikasi seperti yang telah disebutkan di atas adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial  yaitu kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial, masyarakat bersama-sama pemerintah, dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan kesejahteraan perlu dilakukan upaya yang terarah,terpadu, dan berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan berdasarkan azas kesetiakawanan, keadilan, kemanfaatan, keterpaduan, kemitraan, keterbukaan, akuntabilitas, partisipasi, profesionalitas, dan keberlanjutan.
Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan yang telah dijelaskan pada :

Pasal 1 angka 1 yang berbunyi :

Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,spiritual,dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya.

Pasal 1 angka 2 yang berbunyi :

Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah,terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah,pemerintah daerah,dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara,yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.

Pasal 2 yang berbunyi :

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan berdasarkan asas:
a. kesetiakawanan;
b. keadilan;
c. kemanfaatan;
d. keterpaduan;
e. kemitraan;
f.   keterbukaan;
g. akuntabilitas;
h. partisipasi;
i.   profesionalitas;
j.   keberlanjutan

Adapun kelompok sasaran dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah ditujukan pada perseorangan, keluarga, kelompok; dan/atau masyarakat yang diprioritaskan memiliki kriteria masalah sosial seperti kemiskinan; ketelantaran; kecacatan; keterpencilan; ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku; korban bencana; dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan yang telah dijelaskan pada :

Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi :

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada:
a.  perseorangan;
b. keluarga;
c. kelompok; dan/atau
d. masyarakat.

Pasal 5 ayat (2) yang berbunyi :

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak
secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial :
a.  kemiskinan;
b.  ketelantaran;
c.  kecacatan;
d.  keterpencilan;
e.  ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku;
f.  korban bencana; dan/atau
g.  korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.

Adapun tujuan penyelenggaraan kesejahteraan sosial telah dijelaskan pada Pasal 3 yang berbunyi :

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan:
a.  meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup;
b.  memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;
c. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial;
d. meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; 
e.  meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; dan
f.   meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Untuk mendapatkan teks lebih lengkap dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, anda dapat mendownload gratis di sini : http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_perundangan&id=2190&task=detail&catid=1&Itemid=42&tahun=2009