Wednesday 19 May 2010

MEMAHAMI MAKNA PENDAMPINGAN, COOMUNITY DEVELOPMENT DAN COMMUNITY ORGANIZING

Oleh: Owin Jamasy

A. Pendampingan: Makna dan Tujuan
Pemerhati pembangunan telah mempopulerkan istilah pendampingan sejak tahun 1980-an. Istilah ini berasal dari kata ’damping’ yang berarti sejajar (tidak ada kata atasan atau bawahan). Pendamping adalah perorangan atau lembaga yang melakukan pendampingan, dimana antara kedua belah pihak (pendamping dan yang didampingi) terjadi kesetaraan, kemiteraan, kerjasama dan kebersamaan tampa ada batas golongan (kelas atau status sosial) yang tajam.
Prinsip dasar dari pendampingan adalah egaliter atau kesederajatan kedudukan. Dengan demikian, watak hubungan antara Pendamping dan komunitas (masyarakat) adalah kemitraan (partnership). Hubungan kedua belah pihak adalah ”duduk sama rendah; berdiri sama tinggi”.
Istilah pendampingan muncul karena pihak Pemerhati Pembangunan melihat ada kecenderungan yang keliru dalam proses pembangunan, hal mana masih ada pihak (oknum tertentu) yang tidak menempatkan rakyat atau pendampingnya sebagai mitra. Kepentingan rakyat selalu dikalahkan oleh kepentingan oknum pendamping. Misalnya ketika melaksanakan suatu proyek pembangunan dam/bendungan, pembangunan pabrik, dan perumahan; masih terjadi perselisihan dan persengkataan sebagai akibat dari proses kepentingan sepihak yang dirasakan kurang adil. Demikian juga misalnya dalam rangka memasyarakatkan program Keluarga Berencana, pemakaian bibit unggul, pupuk, pestisida, dan lain sebagainya. Terkadang masih ada kesan pemaksaan dalam pengertian belum ada kesan berdampingan dan bahumembahu antara penggagas proyek atau program dengan masyarakat.
Atas dasar tersebut, idealisme Pemerhati Pembangunan ke arah pemberdayaan masyarakat, semakin kuat untuk secepatnya mempopulerkan model pendampingan untuk tujuan penghargaan terhadap hak-hak asasi rakyat, mengembangkan kesadaran mereka terutama melalui pengembangan kemampuan rakyat dalam bidang social ekonomi dan lain sebagainya.
Tujuan pendampingan adalah pemberdayaan atau penguatan (empowerment). Pemberdayaan berarti mengembangkan kekuatan atau kemampuan (daya), potensi, sumber daya rakyat agar mampu membela dirinya sendiri. Hal yang paling inti dalam pemberdayaan adalah peningkatan kesadaran (consciousness).Rakyat yang sadar adalah rakyat yang memahami hak-hak dan tanggung jawabnya secara politik, ekonomi, dan budaya, sehingga sanggup membela dirinya dan
menentang ketidakadilan yang terjadi pada dirinya.
Penyadaran rakyat tidak mungkin dilakukan secara sendiri-sendiri atau melalui oraang per orang. Dengan demikian, rakyat atau komunitas yang didampingi harus disatukan terlebih dahulu dalm suatu wadah organisasi. Pada tahap awal, biasanya berupa kelompok-kelompok kecil kemudian berkembang menjadi organisasi yang mempunyai tata aturan, struktur, pengurus, dan anggota. Melalui organisasi yang dibentuk, akan mempermudah mereka untuk memperjuangkan haknya secara maksimal.
Kegiatan pendampingan pada komuniotas manapun bertalian erat dengan praktik pengorganisasian untuk menggalang sumber daya dan potensi rakyat dengan tujuan memperkuat atau memberdayakan sehingga mereka berkembang menjadi masyarakat yang sanggup mempertahankan dan membela harkat dan harga diri-nya demi keadilan dan hak-hak asasi yang fundamental.
Secara makro, pembinaan pada masyarakat bersifat umum tergantung kebutuhan, permasalahan dan potensi yang ada. Arah dan gerakannya syarat dengan pendampingan dan proses pemberdayaan yang terstruktur dan menyeluruh. Wujud konkretnya antara lain: penguatan kelembagaan (dinamika kelompok), penguatan kelembagaan ekonomi, kelembagaan social-kultural, peningkatan kapasitas dan kualitas sumberdaya manusia. Semua program harus terpadu dan merupakan satu kesatuan integral yang saling berpengaruh menuju proses pemandirian. Sosok pendamping professional merupakan kunci sukses pendampingan menuju pemberdayaan dan pemandirian. Pendampingan dimulainya dengan melakukan pengorganisasian masyarakat (Community Organizing) dan pengembangan masyarakat (Community Development) yang terus berjalan berkesinambungan.

B. Community Development dan Community Organizing
Sekalipun sudah kita pahami benang merah istilah pendampingan tersebut, namun dalam praktiknya masih terdapat perbedaan persepsi. Hal ini terjadi karena paradigma yang dibangun oleh kalangan pemerhati pembangunan memang berbedabeda. Hal yang lebih sulit lagi, ketika istilah pendampingan merosot maknanya menjadi sekedar mengerjakan proyek-proyek fisikal. Belum lagi manakala pihak tertentu (Konsultan, Pemerintah dan pihak swasta lainnya) menyontek istilah ini tanpa memahami arti dan prakti pendampingan yang sebenarnya sehingga
menimbulkan kekacauan wacana bagi orang kebanyakan.
Untuk menghindari kerancuan kontaks yang dapat merusak pemahaman, maka lebih tepat untuk menelusuri lebih mendalam asal-usul kerumitan. Dalam perkembangan pendampingan di Indonesia, terdapat 2 model pendampingan yang amat umum yakni CD (Community Development-“pengembangan komunitas”) dan CO (Community Organizing-“pengorganisasian komunitas”). Kesalah-pahaman selama ini oleh karena di dalam Bahasa Indonesia kedua kata itu sama-sama diinterpretasikan sebagai “pendampingan”. Padahal, kedua kata itu secara mendasar mempunyai konteks makna yang berlainan.

B.1. Community Development (CD)
Pengembangan komunitas atau CD adalah pengembangan yang lebih mengutamakan sifat fisikal masyarakat. CD mengutamakan pembangunan dan perbaikan sarana-sarana sosial ekonomi masyarakat. Contohnya, pelatihan mengenai gizi, penyuluhan KB, pembangunan WC, jalan raya, bantuan hibah, bantuan peralatan sekolah, bantuan jaminan hidup dan sebagainya. Peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan penggalian potensi-potensi sosial ekonomi yang ada lebih diutamakan untuk mensukseskan target yang sudah ditetapkan oleh pihak tertentu (LSM, Pemerintah dan pihak lainnya). Partisipasi dan usulan dari bawah pada umumnya kurang didengar, dan hanya sebatas persyaratan administrasi semata. Pihak yang didekati untuk memulai kegiatan CD itu antara lain elit masyarakat, aparat pemerintahan, dan pihak birokratis lainnya. CD biasanya bersifat jangka pendek, fisikal, dan kurang berdampak kepada keberlanjutan dan kesinambungan.

B.2. Community Orginizing (CO)
Pengorganisasian komunitas atau CO adalah pengembangan yang lebih mengutamakan pembangunan kesadaran kritis dan penggalian potensi pengetahuan lokal komunitas. CO mengutamakan pengembangan komunitas berdasarkan dialog atau musyawarah yang demokratis.
Usulan komunitas merupakan sumber utama gagasan yang harus ditindaklanjuti secara kritis, sehingga partisipasi rakyat dalam merencanakan, membuat keputusan dan melaksanakan program merupakan tonggak yang sangat penting. CO bergerak dengan cara menggalang masyarakat ke dalam suatu organisasi yang mampu menjangkau seluruh lapisan komunitas. Suara dan kepentingan rakyat lebih utama daripada kepentingan kaum elit. CO juga memaklumi arti penting pembangunan sarana-sarana fisik yang dapat menunjang kemajuan komunitas, namun titik-tekan pembangunan itu ialah pengembangan kesadaran (consciousness) komunitas sehingga mampu mengelola potensi sumber daya mereka.
Secara umum, metode yang digunakan dalam pengorganisasian komunitas ialah penumbuhan kesadara kritis, partisipasi aktif, pendidikan berkelanjutan, pembentukan dan penguatan organisasi rakyat. Semua proses bertujuan untuk melakukan transformasi sistem sosial yang baik dan berdaya-guna tanpa ada tekanan dan unsur penindasan (represif). Tujuan pokok CO adalah membentuk suatu tatanan masyarakat yang beradab dan berkemanusiaan (civil society) yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis, adil, transparan, berkesejahteraan ekonomis, politik dan budaya.

C. Pengembangan Komunitas Pedesaan
Di atas telah dibahas bahwa CO menekankan pengorganisasian di tingkat komunitas. Oleh karena itu, perlu dijelaskan dulu pengertian ”komunitas”. Menurut Larry Lyon (1987:5), komunitas dirumuskan sebagai”komunitas adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kepentigan bersama, saling berinteraksi satu dengan lainnya”.
Ferdinand Tonnies menjelaskan dalam bukunya Gemeinschaft und Gesellschaft-Community and Society bahwa secara tipikal ”gemeinschaft” mengacu kepada tata hubungan manusia sebagai keluarga besar di pedesaan, sedangkan ”gesellschaft” mengacu kepada tatanan masyarakat yang lebih kapitalistis. Gemeinschaft atau komunitas didasarkan atas ”kehendak alami” seperti nilai sentimen, tradisi, dan ikatan umum sebagai kekuatan yang mengatur. Basis komunitas adalah keluargakeluarga dan tanah (hidup dan bekerja bersama-sama). Gesellschaft atau societas didasarkan atas ”kehendak rasional” yang mencakup rasionalitas, individualisme, ikatan emosi. Basis societas adalah perkotaan, kapitalisme industrial. Societas dicirikan sebagai netralitas afektif, legalisme. Kedua tipe ini merupakan tipe ideal (Larry Lyon,1987:7).
Tentu saja dalam praktiknya tidak mudah merumuskan secara formal pengertian komunitas apalagi dalam konteks pedesaan di Indonesia. Di suatu desa mungkin akan kita temui beberapa komunitas dengan ikatan-ikatan dan hubungan-hubungan social yang saling berlainan. Di sisi lain, proses strukturisasi masyarakat pedesaan terus berlangsung sehingga hampir tidak mungkin menemukan komunitas yang relative homogen, misalnya masyarakat adat. Kapitalisasi pedesaan yang berlangsung beratus-ratus tahun telah menciptakan masyarakat pedesaan yang fragmentatif dan heterogen.
Mencermati tingkat kesulitan itu, maka jenis komunitas dalam kaitan kegiatan pendampingan masyarakat dapat dipersempit menjadi 4 tipe umum. Artinya, secara umum orang akan melihat bahwa ada 4 tipe komunitas yang lazim menjadi wilayah pengorganisasian atau penguatan masyarakat marjinal, yakni:

1. Komunitas Pedesaan (Rural Community);
Ciri terpenting komunitas pedesaan adalah alat produksi agraris (tanah) dan sistem pertanian (ekonomi) yang sudah mengenal hirarki kepemilikan: ada tuan tanah, petani kecil, buruh tani, pengrajin, dan lain-lainnya. Mereka bermukim pada dataran tinggi dan rendah. Tentu saja komunitas dataran rendah akan berbeda dengan komunitas dataran tinggi.

2. Komunitas Perkotaan (Urban Community);
Ciri komunitas perkotaan, terutama komunitas pinggiran, mereka pada umumnya merupakan orang desa yang urban. Ciri pokok mereka ialah untuk bertahan hidup mereka menjual tenaga fisik (buruh): menjadi kuli, buruh pabrik, dan lain-lainnya. Sebagian menjadi pedagang kecil, montir, sopir, preman, pelacur, dan lain-lain.

3. Komunitas Pesisir/Pantai (Coastal Community); dan
Ciri utama komunitas ini adalah sebagian besar tidak memproduksi, tetapi mengandalkan penangkapan sumber daya laut seperti ikan dan lain-lain. Alat produksi (perahu) dan sistem ekonomunya juga berhirarki: ada juragan kapal, tengkulak, pemilik pukat, buruh, nelayan tradisionil, dan sebagainya.

4. Komunitas Masyarakat Adat (Indigenous Community).
Ciri utama komunitas ini adalah kehidupan yang kolektif (bersama-sama). System kepemilikan alat produksi (tanah) dan pengelolaannya diatur oleh hukum adat. Sistem pengambilan keputusan dikelola oleh ketua adat dan masalah secara umum diputuskan secara rembukan (musyawarah).

D. Apa Pendampingan Komunitas Pedesaan itu?
Pendampingan komunitas ialah proses saling hubungan dalam bentuk ikatan pertemanan atau perkawanan antara pendamping (subjek 1) dengan komunitas (subjek 2) melalui dialog-kritis dan pendidikan berkelanjutan dalam rangka menggali dan pengelolaan sumber daya guna memecahkan persoalan kehidupan secara bersama-sama serta mendorong tumbuhnya keberanian komunitas untuk mengungkapkan realitas yang meminggirkan dan melakukan aksi untuk merombaknya.
Pendampingan komunitas pedesaan juga diartikan sebagai proses pembangunan organisasi rakyat desa yang dilakukan secar transformatif, partisipatif, sistematis, dan berkesinambungan melalui pengorganisasian dan peningkatan kemampuan menangani berbagai persoalan dasar yang mereka hadapi untuk mengarah kepada perubahan kondisi hidup yang semakin baik.

E. Siapakah yang dapat Berperan sebagai Pendamping?
Siapa pun sebenarnya dapat berperan sebagai pendamping, apakah orang desa yang berprofesi sebagai petani, nelayan, guru, kiyai, penyiar agama dan sebagainya, ataupun orang yang tinggal di kota seperti mahasiswa ata aktivis LSM. Untuk menjadi pendamping komunitas pedesaan, tidak ada pembedaan jenis kelamin, asal-usul etnis, ras, agama, asalkan mereka memiliki kepedulian yang besar terhadap rakyat; mempunyai komitmen, suka rela, semangat juang yang tinggi dan rela bekerja di tengah-tengah dan brelajar dari masyarakat dalam rangka perubahan sosial. Setidaknya ada 4 hal yang harus dimiliki yakni: 1) Kepedulian terhadap masyarakat (secara umum), 2) kepedulian terhadap misi (untuk memberdayakan dan mensejahterakan bersama), 3) kemampuan melakukanproblem solving, dan 4) memelihara kejujuran, baik jujur pada diri sendiri maupun jujur pada orang lain.

Bacaan lebih lanjut:
1. Agnes Sunartiningsih, Pemberdayaan Masyarakat Desa melalui Institusi Lokal, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1997.
2. Esrom Aritonang – Hegel Terome – Syaiful Bahari, Pendampingan Komunitas Pedesaan, Sekretaris Bina Desa, Jakarta, 2001.
3. Jamasy Owin, Keadilan, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan, Traju-Mizan, Jakarta, 2004.
4. Jamasy Owin, Profil Fasilitator, LIPPI, Sukabumi, 2006.
5. Mashoed. Dr, MSi, Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Papyrus, Surabaya, 2004

Sumber :
http://comdevcentre.wordpress.com/2009/05/16/memahami-makna-pendampingan-coomunity-development-dan-community-organizing/

No comments:

Post a Comment