Monday 31 January 2011

KISAH SUKSES PEDAGANG SEMBAKO DAN ALAT ELEKTRONIK SEPASANG SUAMI ISTRI MANTAN TKI

Namaku Wanto, usia 40 tahun. Ayah dan ibuku pedagang nasi lengko dan rames. Kami sekeluarga lahir dan tinggal hingga saat ini di sebuah desa di Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon. Dulu selepas aku lulus SMA, aku bingung mau cari kerja dan usaha apa. Tapi, aku sadar bahwa orang yang mau bekerja maupun berwirausaha tidak hanya cukup berpegang pada selembar ijazah SMA saja. Oleh karena itu, akupun mulai belajar mengetik di atas mesin tik di kursus mengetik, hal itu karena dulu di sekitar desaku belum ada kursus komputer maupun warnet yang berjamur seperti sekarang ini. Aku berharaf agar aku bisa kerja di kantor dengan bekal bisa mengetik dan punya ijazahnya. Namun kenyataannya, ijazah mengetikpun belum bisa dijadikan pegangan untuk mendapatkan pekerjaan. Akhirnya akupun ikut kursus menyetir mobil dengan harapan bisa mengendarai mobil umum yaitu elf. Perkiraanku bila aku menjadi sopir elf adalah bila dalam 1 hari sejak jam 8 pagi hingga jam 5 sore atau selama 9 jam bisa mendapatkan 7 rit (pemberangkatan) dengan 1 rit ditumpangi sekitar 18 penumpang dengan rata-rata Rp. 2.000 per orang, maka aku mendapatkan uang dalam 1 rit adalah sebanyak Rp. 36.000 sehingga dalam 7 rit dalam 1 hari aku bisa mendapatkan Rp. 252.000. Sedangkan sewa mobil dalam 1 hari adalah Rp. 100.000 ditambah solar sebanyak Rp. 50.000. Dengan perhitunganku seperti itu, maka keuntungan bersih sebagai sopir adalah sebesar Rp. 252.500 – 150.000 = Rp. 102.500. Dengan keuntungan seperti itu, maka aku sebagai sopir mendapatkan 60% dari penghasilan bersih tersebut sebanyak Rp. 61.500, sedangkan temanku yang menjadi kenek atau kondektur mendapatkan keuntungan sebesar 40% atau sekitar Rp. 41.500. Setelah lulus kursus setir mobil dan mendapatkan SIM, aku langsung beranikan diri menjadi sopir elf. Semangatkupun semakin tinggi sebagai sopir elf setelah aku menikah dengan seorang mantan TKW di Saudi Arabia yaitu Aminah pada tahun 1998 dan dikaruniai seorang anak lelaki pada tahun 1999. Namun lambat laun aku kelelahan menjadi sopir elf, badan terasa pegal, sering bentrok dengan preman, bentrok dengan sesama sopir hingga akhirnya akupun berangkat sebagai TKI di Korea di tahun 2001. Istriku yang kutinggalkan telah membuka usaha perdagangan sembako kecil-kecilan dengan modal hasil bekerja di Saudi Arabia sebagai TKW. Selama di Korea, aku kirim secara rutin setiap bulan gajiku ke istri di kampung. Alangkah senang karena ternyata uang hasil kerjaku di Korea bisa menambah modal dagang sembako istriku. Tiga tahun lamanya di Korea, aku akhirnya kembali ke kampung halamanku di tahun 2004. Sejak itu, aku putuskan membongkar kamar sebelah timur toko istriku dan dirubah menjadi sebuah toko elektronik dan juga wartel yang dipasang oleh temanku. Awalnya wartel begitu menjanjikan sehingga aku sering mendapatkan hasil sekitar Rp. 150.000 per hari sehingga aku mendapatkan untung per bulan sebanyak Rp. 1.500.000. namun sejak tahun 2007 setelah banyak pemilik HP GSM, penghasilanku semakin meredup dan kembalillah aku mempertahankan usaha elektronik hingga sekarang kucoba ruang wartel aku sulap menjadi toko cetak photo digital dan pulsa HP di tahun 2008. Alhamdulillah aku selalu masih mampu mendapatkan penghasilan walaupun pasang surut, itu karena aku selalu berusaha berinisiatif demi mempertahankan penghasilan dengan memperbanyak jenis usahaku. Tokoku dan istriku semakin besar, dengan lantai keramik, ada freezer (pendingin) minuman sebanyak 2 buah, beberapa lemari etalase. Aku rajin mendatangi beberapa toko besar seperti Alfamart, Yomart dan Indomaret untuk melihat harga pasaran beberapa barang dagangan, sering aku beli beberapa produk / barang ketika toko-toko sedang promosi dengan harga murah seperti susu SGM, mesin pompa air dan sebagainya. Aku jual beberapa barang dagangan dengan harga lebih murah daripada toko lain. Hal itulah yang bisa menjadikan toko aku dan istri terus berkembang. Masalah hutang para pembeli, aku sering bersabar menghadapinya, bahkan akupun haus berani menegur mereka agar mau mebayar hutangnya. Kupikir harga barang daganganku cukup murah, kulayani pembeli dengan baik dan bisa dihutang lagi, maka aku harus berani sesekali tegas pada penghutang yang bandel.
Ketika seorang teman usahaku yaitu Yus bertanya, apakah aku minat kembali ke Korea setelah punya toko besar, maka aku menjawab bahwa kami tetap berada di desa, berkumpul dengan anak, istri dan keluargaku yang lain dan bertahan hidup dengan cara berdagang. Bahkan akupun punya beberapa hektar sawah yang ditanami pada atau jagung manis. Jadi, hikmah di balik kisahku adalah ketika sedang memiliki uang yang lebih dari cukup, maka pergunakanlah dengan baik untuk berhemat bahkan berwirausaha, jangan untuk membeli barang konsumtif, tidak usah kembali berangkat ke luar negeri sebagai TKI, cukup hanya 1 kali saja, bersabar dan bertahanlah dengan berdagang dan berkumpul di desa sendiri. *)

Kisah ini diceritakan berdasarkan pemahaman penulis sebagai sahabatnya, dikemudian hari perlu pendalaman sehingga akan jauh lebih faktual.

No comments:

Post a Comment